Bapak meninggal di saat aku masing OJT di Banjarmasin...
Berita tersebut aku terima dari Linggar pada pukul 05.30 wita, tepat di saat aku ingin beranjak ke kamar mandi untuk mengambil wudhu sholat subuh.
Sampai sekarang, aku masih ingat isi sms tersebut. "Bapak meninggal dunia", sangat singkat tapi langsung merubah seluruh kehidupanku.
Aku gak percaya dengan isi sms tersebut hingga akhirnya aku menelpon Linggar dan mendapati suara adikku di seberang sana sedang menangis histeris. Malam itu memang hanya dia yang menemani bapak di RS.
Sampai sekarang pun terkadang aku masih gak percaya bapak udah pergi untuk selamanya. Mungkin karena di saat aku menninggalkan bapak sebelum ke Banjarmasin, kondisi bapak sudah lebih baik. Walaupun setelahnya aku mendapat kabar bahwa bapak masuk RS lagi karena diare hebat. Dari sejak itu sebenarnya aku sudah mendapat firasat buruk tapi aku coba lupakan firasat tersebut. Beberapa hari sebelum bapak meninggal, aku menelpon bapak, bapak sudah tidak bisa mendengar dan berbicara dengan baik. Firasat itu muncul lagi dan lagi-lagi aku coba untuk lupakan. Hingga hari itu datang...
Aku menyesal tidak berada di sana saat bapak sakaratul maut, tidak membimbingnya mengucapkan dua kalimat syahadat. Semuanya bapak lakukan sendirian, bahkan sampai akhir hidupnya pun bapak selalu sendirian. Gak salah kalau keluarga bapak bilang bahwa anak-anaknya lah yang membuat bapak meninggal.
Kami emang salah, terutama aku sebagai anak pertama, gak bisa mencontohkan perilaku yang baik kepada bapak. Sejak perceraian dan pemukulan itu, aku sering nyuekin bapak. Apabila aku kuliah di Bogor dan jarang sekali pulang ke rumah. Kalau pun pulang atau bahkan di saat aku lulus, waktuku banyak kuhabiskan di dalam kamar. Waktu ketemu bapak yang intens emang cuma sabtu-minggu tapi itu gak pernah aku pakai secara maksimal. Pokoknya selama hidupnya, Bapak selalu aku cuekin. Padahal bapak selalu menyediakan waktunya untuk menyelesaikan semua masalahku.
Sakit rasanya ketika Ryan bilang Bapak sering nangis di ruang tamu tiap malam. Aku merasa jadi anak yang sangat durhaka, tidak bisa menemani bapak. Padahal bapak sudah ditinggalkan ibu, orang yang paling dicintainya sampai bapak meninggal. Aku emang anak yang egois, maunya cuma aku aja yang harus diutamakan. Maafkan aku, pak. Aku tau kamu sangat menyayangi aku dan adik-adik, kamu selalu berusaha membahagiakan kami. Bahkan di saat tubuhmu sudah sangat lemah dan kami memintamu untuk cuti atau bahkan pensiun, kamu masih saja mengkhawatirkan kami tidak bisa makan.
Tadinya lebaran tahun ini aku ingin mengajak bapak dan adik-adik ke Yogyakarta, ke kampung halaman bapak yang sebenarnya dari dulu ingin bapak kunjungi tapi selalu gagal karena uangnya selalu dipakai untuk kebutuhan aku dan adik-adik. Ya, bapak memang selalu mengalah buat kebahagiaan anak-anaknya. Bahkan dia rela tidur di spring bed yang sudah benar-benar rusak.
Lebaran tahun ini, untuk pertama kalinya aku rayakan tanpa kehadiran bapak. Gak ada lagi kehebohan masak opor, rendang dan kacang di malam takbiran. Atau muter-muter keliling Jakarta naik mobil avanza yang biasa bapak bawa. Mulai tahun ini, aku akan selalu merindukan semua kenangan bersama bapakku tercinta. Bapakku yang paling kuat dalam menghidupi anak-anaknya, bapakku yang paling sabar dalam menghadapi semua perilaku jelek anak-anaknya, dan bapakku yang paling setia dengan satu wanita meskipun telah dikhianati.
Selamat jalan Bapak, bahagialah di sisi Allah SWT. Jangan mengkhawatirkan kami lagi, kami di sini baik-baik saja dan akan selalu berdoa buat bapak...
Berita tersebut aku terima dari Linggar pada pukul 05.30 wita, tepat di saat aku ingin beranjak ke kamar mandi untuk mengambil wudhu sholat subuh.
Sampai sekarang, aku masih ingat isi sms tersebut. "Bapak meninggal dunia", sangat singkat tapi langsung merubah seluruh kehidupanku.
Aku gak percaya dengan isi sms tersebut hingga akhirnya aku menelpon Linggar dan mendapati suara adikku di seberang sana sedang menangis histeris. Malam itu memang hanya dia yang menemani bapak di RS.
Sampai sekarang pun terkadang aku masih gak percaya bapak udah pergi untuk selamanya. Mungkin karena di saat aku menninggalkan bapak sebelum ke Banjarmasin, kondisi bapak sudah lebih baik. Walaupun setelahnya aku mendapat kabar bahwa bapak masuk RS lagi karena diare hebat. Dari sejak itu sebenarnya aku sudah mendapat firasat buruk tapi aku coba lupakan firasat tersebut. Beberapa hari sebelum bapak meninggal, aku menelpon bapak, bapak sudah tidak bisa mendengar dan berbicara dengan baik. Firasat itu muncul lagi dan lagi-lagi aku coba untuk lupakan. Hingga hari itu datang...
Aku menyesal tidak berada di sana saat bapak sakaratul maut, tidak membimbingnya mengucapkan dua kalimat syahadat. Semuanya bapak lakukan sendirian, bahkan sampai akhir hidupnya pun bapak selalu sendirian. Gak salah kalau keluarga bapak bilang bahwa anak-anaknya lah yang membuat bapak meninggal.
Kami emang salah, terutama aku sebagai anak pertama, gak bisa mencontohkan perilaku yang baik kepada bapak. Sejak perceraian dan pemukulan itu, aku sering nyuekin bapak. Apabila aku kuliah di Bogor dan jarang sekali pulang ke rumah. Kalau pun pulang atau bahkan di saat aku lulus, waktuku banyak kuhabiskan di dalam kamar. Waktu ketemu bapak yang intens emang cuma sabtu-minggu tapi itu gak pernah aku pakai secara maksimal. Pokoknya selama hidupnya, Bapak selalu aku cuekin. Padahal bapak selalu menyediakan waktunya untuk menyelesaikan semua masalahku.
Sakit rasanya ketika Ryan bilang Bapak sering nangis di ruang tamu tiap malam. Aku merasa jadi anak yang sangat durhaka, tidak bisa menemani bapak. Padahal bapak sudah ditinggalkan ibu, orang yang paling dicintainya sampai bapak meninggal. Aku emang anak yang egois, maunya cuma aku aja yang harus diutamakan. Maafkan aku, pak. Aku tau kamu sangat menyayangi aku dan adik-adik, kamu selalu berusaha membahagiakan kami. Bahkan di saat tubuhmu sudah sangat lemah dan kami memintamu untuk cuti atau bahkan pensiun, kamu masih saja mengkhawatirkan kami tidak bisa makan.
Tadinya lebaran tahun ini aku ingin mengajak bapak dan adik-adik ke Yogyakarta, ke kampung halaman bapak yang sebenarnya dari dulu ingin bapak kunjungi tapi selalu gagal karena uangnya selalu dipakai untuk kebutuhan aku dan adik-adik. Ya, bapak memang selalu mengalah buat kebahagiaan anak-anaknya. Bahkan dia rela tidur di spring bed yang sudah benar-benar rusak.
Lebaran tahun ini, untuk pertama kalinya aku rayakan tanpa kehadiran bapak. Gak ada lagi kehebohan masak opor, rendang dan kacang di malam takbiran. Atau muter-muter keliling Jakarta naik mobil avanza yang biasa bapak bawa. Mulai tahun ini, aku akan selalu merindukan semua kenangan bersama bapakku tercinta. Bapakku yang paling kuat dalam menghidupi anak-anaknya, bapakku yang paling sabar dalam menghadapi semua perilaku jelek anak-anaknya, dan bapakku yang paling setia dengan satu wanita meskipun telah dikhianati.
Selamat jalan Bapak, bahagialah di sisi Allah SWT. Jangan mengkhawatirkan kami lagi, kami di sini baik-baik saja dan akan selalu berdoa buat bapak...
No comments:
Post a Comment