BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejak dulu Indonesia dikenal dengan sebutan zamrud khatulistiwa. Zamrud merupakan
pencerminan dari keadaan alam Indonesia yang dipenuhi dengan hutan. Undang-undang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, menyatakan bahwa, hutan adalah suatu
kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang
didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan
lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan memiliki tiga fungsi yaitu fungsi
konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi.
Akhir tahun 1960-an, terjadi penebangan hutan secara besar-besaran di
Indonesia, yang dikenal dengan sebutan banjir-kap, di mana orang melakukan
penebangan kayu secara manual. Sementara itu, berawal dari tahun 1970, terjadi
penebangan hutan skala besar dan dilanjutkan dengan dikeluarkannya izin-izin
pengusahaan hutan tanaman industri pada tahun 1990, yang melakukan tebang habis
(land clearing). Selain itu, areal
hutan juga dialihfungsikan menjadi kawasan perkebunan dalam skala besar yang
juga melakukan pembabatan hutan secara menyeluruh, menjadi kawasan transmigrasi
dan juga menjadi kawasan pengembangan perkotaan (Prawiro 2008).
Untuk menanggulangi akibat dari penebangan hutan secara besar-besaran
tersebut maka pada tahun 2004 dicanangkan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan
(GERHAN). Salah satu kegiatan dalam gerakan tersebut adalah dengan memanfaatkan
hutan rakyat sebagai sumber pasokan kayu bagi industri kehutanan. Bersama
dengan HTI (Hutan Tanaman Industri), hutan rakyat diharapkan dapat menjadi
pemasok kayu utama bagi industri kehutanan.
Berdasarkan kualitas, kayu-kayu yang berasal dari hutan rakyat memiliki
penampilan yang kurang bagus jika dibandingkan dengan kayu-kayu yang berasal
dari hutan alam. Salah satu cara untuk menanggulangi hal tersebut adalah dengan
menemukan teknik finishing yang baik
terhadap kayu-kayu dari hutan rakyat, terutama kayu-kayu yang akan dijadikan
bahan baku furniture. Teknik finishing dapat dilakukan dengan
beberapa pemahaman terhadap pemilihan kayu-kayu yang digunakan, sifat-sifat
bahan finishing, serta tujuan
pengaplikasian bahan finishing yang
akan dilakukan (Solikhin 2006, diacu dalam Mulyana 2007).
Semakin maraknya isu global warming belakangan
ini, memberi pengaruh bagi industri kehutanan terutama industri-industri
kehutanan yang mengekspor produknya ke luar negeri seperti Jepang dan Eropa.
Industri-industri ini diharuskan menghasilkan emisi pelarut organik yang rendah
pada produk-produknya. Atas dasar ini, terjadi pembaharuan pada bahan finishing kayu. Mayoritas bahan finishing kayu yang beredar saat ini
adalah bahan finishing pelarut
minyak. Namun, sekarang sudah ada bahan finishing
pelarut air yang kadar emisi pelarut organiknya rendah. Oleh karena itu,
penelitian ini ingin mengetahui aplikasi dan karakteristik bahan finishing pelarut air dan pelarut minyak
pada lima jenis kayu rakyat.
1.2
Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui kondisi aplikasi dan karakteristik bahan finishing kayu pelarut air dan minyak yang diaplikasikan pada lima
jenis kayu rakyat yaitu Akasia (Acacia mangium), Nangka (Artocarpus heterophyllus), Jati (Tectona grandis), Mindi (Melia azedarach), dan Mahoni (Swietenia macrophylla).
1.3
Manfaat
Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi industri
furniture di Indonesia dalam mengaplikasikan
bahan finishing kayu pelarut air dan
minyak sehingga menghasilkan produk-produk kayu berkualitas tinggi yang berasal
dari hutan rakyat dan ramah lingkungan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Jenis Kayu
2.1.1
Akasia (Acacia mangium)
Kayu
Akasia memiliki nama latin Acacia mangium dengan nama daerah seperti kasia dan kihia (Jawa
Barat). Kayu teras Akasia memiliki warna
cokelat pucat sampai cokelat tua, kadang-kadang cokelat zaitun sampai cokelat
kelabu, batasnya tegas dengan gubal yang berwarna kuning pucat
sampai kuning jerami. Coraknya polos atau berjalur-jalur
dengan jalur berwarna gelap
dan terang bergantian pada bidang
radial. Teksturnya halus sampai agak kasar dan merata.
A. mangium
memiliki
berat jenis rata-rata 0,61 (0,43-0,66) sehingga termasuk kelas awet III dan kelas kuat II-III. Kayu Akasia biasa digunakan
sebagai bahan konstruksi ringan sampai berat, rangka pintu dan jendela, perabot
rumah tangga, lantai, papan dinding, tiang-tiang pancang, gerobak dan rodanya,
pemeras minyak, gagang alat, alat pertanian, kotak dan batang korek api, papan
partikel, papan serat, vinir dan kayu lapis, pulp dan kertas; selain itu baik
juga untuk kayu bakar dan arang (Pandit & Kurniawan 2008).
2.1.2
Nangka (Artocarpus
heterophyllus)
Nangka memiliki nama botani Artocarpus heterophyllus Lamk.
Menurut Verheij dan Coronel (l992), Nangka memiliki nama lain seperti Jackfruit
(Inggris), Jacquier (Prancis), Nongko (Javanese), Langka (Filipina), Khanun
(Thailand). Nama daerah untuk Nangka pun bermacam-macam seperti nangko atau
nangka (Jawa), anaane (Ambon), panaih (Aceh), lumasa atau malasa (Lampung), dan
nama lainnya.
Pohon
Nangka umumnya berukuran sedang, memiliki tinggi 20-30 m, diameter batang
mencapai 100 cm, seluruh bagian mengeluarkan getah putih bila dilukai. Kayu
nangka telah banyak digunakan di Srilanka, India, dan Eropa (Verheij &
Coronel 1992, diacu dalam Luza 2009). Berat jenisnya adalah 0,61 sehingga masuk
ke dalam kelas kuat II-III dan kelas awet II-III. Kayu Nangka biasa digunakan
sebagai bahan baku mebel, kayu konstruksi dan alat musik.
2.1.3
Jati (Tectona grandis)
Kayu Jati yang memiliki
nama latin Tectona grandis, dikenal dengan nama
lain Teak
( Inggris, Amerika, Jerman), Mai Sak (Thailand), Segwan (India), Teck
(Perancis), dan Teca (Brazil). Nama daerah untuk Jati adalah Deleg, Dodolan,
Jate, Jateh, Jatos, dan Kulidawa untuk daerah Jawa. Kayu Jati termasuk ke dalam
famili Verbenaceae, dan memiliki terkstur yang agak
kasar hingga kasar serta warna kayu teras kuning emas kecokelatan hingga
cokelat kemerahan. Kayu teras dengan mudah dibedakan dari kayu gubalnya yang
berwarna putih agak keabu-abuan. Berat jenis kayu Jati rata-rata 0,67 (0,62-0,75) sehingga
termasuk ke dalam kelas kuat II dan kelas
awet I-II (Martawijaya et al. 1981).
Kayu Jati banyak dipakai sebagai bahan bangunan, kusen
pintu dan jendela, pintu panel, bantalan kereta api, perabot rumah tangga,
karoseri badan truk, dek kapal, parket, lumber sering dan vinir indah (Pandit
& Kurniawan 2008).
2.1.4
Mindi (Melia azedarach)
Pohon mindi atau
geringging (Melia azedarach L.)
dari famili Meliaceae
merupakan jenis pohon cepat tumbuh dan selalu hijau di daerah tropis dan
menggugurkan daun selama musim dingin, suka cahaya, agak tahan kekeringan, agak
toleran terhadap salinitas tanah dan subur di bawah titik beku. Pada
umur 10 tahun dapat mencapai tinggi bebas cabang 8 meter dan diameter ± 40 cm. Nama daerah dari mindi adalah geringging,
mementin, mindi (Jawa); jempinis (NTB); belile, bere, embora, kemel, lamoa,
lemua, menga, mera (NTT), sedangkan di negara
lain, mindi dikenal dengan nama Paternostertree,
Persian lilac, Chinaberry, China tree (UK, USA); arbre de paternoster (Fr);
árbol de paternoster, paraiso (Sp); albero di paternoster (It); paternostertäd
(Sw); paternoster boom (Nl); Paternosterbaum (Gm); may rien (Vietnam); ku lian
zi (China).
Pohon mindi memiliki
persebaran alami di India dan Burma, banyak ditanam di daerah tropis dan
subtropis, di Indonesia banyak ditanam di daerah Sumatera, Jawa, Bali, Nusa
Tenggara dan Papua. Tinggi
pohon mencapai 45 m, tinggi bebas cabang 8-20 m, diameter sampai 60-185 cm,
tidak berbanir. Tajuk menyerupai payung, percabangan melebar, kadang
menggugurkan daun. Kulit luar berwarna merah-coklat sampai kelabu hitam,
beralur dangkal sampai dalam, mengelupas kecil-kecil sampai kepingan besar.
Batang silindris, tegak, tidak berbanir; kulit batang (papagan) abu-abu coklat,
beralur membentuk garis-garis dan bersisik. Kayu teras berwarna
merah-coklat muda semu-semu ungu, kayu gubal berwarna putih kemerah-merahan dan
mempunyai batas yang jelas dengan kayu teras. Tekstur kayu sangat
kasar, arah serat lurus atau
agak berpadu, permukaan
kayu agak licin, permukaan
kayu mengkilap indah.
Berat jenisnya adalah 0,53 (0,42-0,65), masuk ke dalam kelas
kuat III-II. Kayu mindi masuk ke dalam kelas awet IV-V
dan berdasarkan hasil uji kubur, jenis
kayu ini termasuk kelas awet V. Daya tahannya terhadap jamur pelapuk kayu
termasuk kelas II-III. Kayu
mindi dapat digunakan untuk peti teh, papan dan bangunan di bawah atap, panil,
vinir hias dan sortimen yang berat mungkin baik untuk mebel (Martawijaya et
al. 1989).
2.1.5
Mahoni (Swietenia macrophylla)
Kayu
Mahoni (Swietenia macrophylla)
memiliki nama lain mahagoni. Terasnya berwarna merah, merah muda kekuningan waktu masih segar
kemudian lama-kelamaan berubah menjadi merah tua kecoklatan. Mudah dibedakan
dengan gubal berwarna putih kekuningan. Teksturnya halus, sedang sampai agak
kasar. Permukaan kayu agak licin dan mengkilap, arah serat tidak teratur
menimbulkan corak bervariasi dan indah. Kekerasannya sedang dan agak berat.
Rata-rata berat jenis kayu Mahoni adalah 0,62 (0,53-0,72) sehingga masuk ke
kelas kuat II-III dan kelas awet III. Kayu Mahoni banyak digunakan sebagai
perabot rumah tangga, vinir indah dan kayu lapis, barang kerajinan dan
perpatungan, barang bubutan, pintu panel, dan komponen alat musik (Pandit & Kurniawan 2008).
2.2
Pengetahuan Dasar Finishing
Finishing merupakan lapisan paling
akhir pada permukaan kayu. Proses ini bertujuan untuk memberikan nilai estetika
yang lebih baik pada perabot kayu dan juga berfungsi untuk menutupi beberapa
kelemahan kayu dalam hal warna, tekstur, atau kualitas ketahanan permukaan pada
material tertentu. Tujuan lainnya adalah untuk melindungi kayu dari kondisi
luar (cuaca, suhu udara, dll) ataupun benturan dengan barang lain. Dengan kata
lain untuk menambah daya tahan dan keawetan produk kayu (STK 2008).
(Feirer 1979, diacu dalam Sein 1998), berdasarkan
tujuan pemakaian, bahan finishing
biasanya dibedakan dengan istilah interior dan eksterior. Interior berarti
penggunaan bahan finishing pada
material yang berada di luar ruangan. Selanjutnya Feirer mengatakan bahwa bahan
finishing ekterior dapat
dikelompokkan ke dalam tipe berpenetrasi (penetration
type) dan tipe permukaan (surface
type). Bahan finishing yang
termasuk tipe berpenetrasi adalah bahan pewarna dan bahan pengawet, sedangkan
bahan finishing tipe permukaan adalah
cat dan pernis. Kedua tipe tersebut sesuai untuk sebagian besar pelaksanaan finishing kayu eksterior.
Dilihat dari jenis bahan, pada dasarnya ada dua macam
jenis finishing untuk kayu, yaitu :
1.
Finishing bahan padat, material ini
100% menutupi permukaan kayu dan menyembunyikan tampak aslinya. Fisik bahan ini
berupa lembaran atau rol. Populer untuk pemakaian furniture indoor dengan
bahan dasar plywood, MDF, hardboard, softboard, dan jenis lembaran lainnya.
2.
Finishing bahan cair, sangat banyak
jenis dan variasi aplikasinya. Paling populer digunakan pada seluruh jenis furniture kayu. Bersifat lebih fleksibel
daripada finishing dari jenis bahan
yang padat. Sangat baik untuk finishing
permukaan bidang lebar ataupun melengkung. Pada teknologi terbaru sekarang ini,
jenis finishing akhir cairan bisa
memiliki kualitas yang sama kuatnya pada permukaan yang lebar pada plywood dan MDF. Jenis bahan finishing cair yang telah digunakan saat
ini antara lain :
a. Oil
Jenis finishing
paling sederhana dan mudah aplikasinya. Bahan ini tidak membentuk lapisan film
pada permukaan kayu. Oil meresap ke dalam
pori-pori kayu dan tinggal di dalamnya untuk mencegah air keluar atau masuk
dari pori-pori kayu. Cara aplikasinya dengan menyiram, merendam, atau melumuri
benda kerja dengan oil kemudian dibersihkan dengan kain kering. Bahan ini tidak
memberikan keawetan pada aspek benturan, goresan ataupun benturan fisik
lainnya.
b.
Politur
Bahan dasar finishing
ini adalah shellac yang berwujud
serpihan atau batangan kemudian dicairkan dengan alkohol. Dalam hal ini,
alkohol bekerja sebagai pencair (solvent).
Setelah diaplikasikan ke benda kerja, alkohol akan menguap. Aplikasi dengan
cara membasahi kain (sebaiknya yang berbahan katun) dan memoleskannya secara
berkala pada permukaan kayu hingga mendapatkan lapisan tipis finishing (film) pada permukaan kayu.
Semakin banyak polesan akan membuat lapisan semakin tebal.
c.
Nitro Cellulose (NC)
Jenis yang saat ini populer dan mudah diaplikasikan
adalah NC (Nitro Cellulose) lacquer. Bahan finishing ini terbuat dari resin Nitrocellulose/alkyd yang dicampur dengan bahan solvent yang cepat kering, biasa disebut
thinner. Bahan ini tahan air (tidak
rusak apabila terkena air) tapi masih belum kuat menahan goresan. Kekerasan
lapisan film NC tidak cukup keras untuk menahan benturan fisik. Meskipun sudah
kering, NC bisa dikupas menggunakan bahan pencairnya (solvent/thinner). Cara aplikasinya menggunakan sistem spray (semprot) dengan tekanan udara.
d. Melamine
Sifatnya hampir sama dengan bahan lacquer. Memiliki tingkat kekerasan lapisan film lebih tinggi dari lacquer akan tetapi bahan kimia yang
digunakan akhir-akhir ini menjadi sorotan para konsumen karena berbahaya bagi
lingkungan. Melamine mengandung bahan
Formaldehyde paling tinggi di antara
bahan finishing yang lain. Formaldehyde ini digunakan untuk
menambah daya ikat molekul bahan finishing.
Pewarnaan juga lebih bervariasi pada bahan ini.
e.
Poly Urethane (PU)
Lebih awet dibandingkan dengan jenis finishing sebelumnya dan lebih tebal
lapisan filmnya. Bahan finishing
membentuk lapisan yang benar-benar menutup permukaan kayu sehingga terbentuk
lapisan seperti plastik. Memiliki daya tahan terhadap air dan panas sangat
tinggi. Sangat baik untuk finishing
produk outdoor, kusen dan pintu luar
atau pagar. Proses pengeringannya juga menggunakan bahan kimia cair yang cepat
menguap.
f.
Ultra Violet (UV) Lacquer
Satu-satunya aplikasi yang paling efektif saat ini
dengan curtain method. Suatu metode
aplikasi seperti air curahan yang membentuk tirai tersebut dengan kecepatan
tertentu sehingga membentuk lapisan yang cukup tipis pada permukaan kayu.
Disebut UV Lacquer karena bahan finishing ini hanya bisa dikeringkan
oleh sinar Ultra Violet (UV), paling tepat untuk benda kerja dengan permukaan
lebar papan atau plywood.
g. Waterbased Lacquer
Jenis finishing
yang paling populer akhir-akhir ini bagi para konsumen di Eropa. Menggunakan
bahan pencair air murni (yang paling baik) dan resin akan tertinggal di
permukaan kayu. Proses pengeringannya otomatis lebih lama dari jenis bahan finishing yang lain karena penguapan air
jauh lebih lambat daripada penguapan alkohol ataupun thinner. Namun kualitas lapisan film yang diciptakan tidak kalah
baik dengan NC atau melamine. Tahan air dan bahkan sekarang sudah ada jenis waterbased lacquer yang tahan goresan.
Keuntungan utama yang diperoleh dari bahan jenis ini adalah lingkungan dan
sosial. Di samping para karyawan ruang finishing
lebih sehat, reaksi penguapan bahan kimia juga lebih kecil di rumah
konsumen.
(Wagner 1967,
diacu dalam
Syah 1991) menyatakan bahwa cat adalah campuran dari minyak, pengemulsi,
pengering, dan pigmen. Cat adalah campuran zat padat dan zat cair. Zat padat
disebut pigmen yang dapat memberikan corak/warna, pemburam, dan sangat baik
untuk perlindungan. Pigmen biasanya dibuat dari metal atau mineral. Pigmen
putih terbuat dari titanium seng dan timah sedangkan pigmen hitam terbuat dari
karbon. Zat cair terdiri dari getah (gum)
dan minyak yang menyebabkan zat padat dapat tersuspensi, cat lebih tahan lama,
mudah diaplikasikan, tahan terhadap asam dan basa, serta dapat mengikat
partikel-partikel pigmen. Cat dengan sistem pelarut berpenetrasi, baik pada
kayu, khususnya memperlambat perkembangan jamur atau menghalangi blue stain (Kennedy et al. 1987, diacu dalam Sein 1998). Dalam Wood Handbook (1974)
diterangkan bahwa dari semua bahan finishing,
cat memberikan perlindungan terbaik pada kayu terhadap gesekan permukaan.
2.3
Metode Aplikasi Finishing-Spraying
Metode aplikasi finishing dengan alat semprot atau spraying merupakan metode aplikasi yang
banyak digunakan di industri furniture
saat ini. Hal ini didukung pula dengan banyaknya bahan finishing yang dibuat dan disesuaikan untuk aplikasi spraying. Alat kerja yang dipakai dalam spraying adalah kompresor, selang angin dan spray gun sebagai alat kerja pokok untuk
aplikasi finishing metode spraying. Setelah itu, untuk mendapatkan hasil yang
lebih baik dan lebih
sempurna, diperlukan
tambahan peralatan misalnya:
1.
Spraybooth: Sebuah bidang penghisap yang
terletak di depan aplikator, berfungsi
untuk menyerap overspray dan debu
agar tidak menempel pada benda kerja. Fungsi utamanya adalah agar
percikan-percikan partikel finishing
dan debu bergerak menjauhi benda kerja yang sedang disemprot. Partikel-partikel
tersebut bisa mengakibatkan cacat gelembung dan kasar pada permukaan finishing. Model spraybooth bisa berupa aliran air dan penghisap
udara sehingga partikel overspray bisa
langsung menempel pada air. Ada
juga yang hanya aliran udara (tanpa air).
2.
Hanging Conveyor:
Alat bantu berupa rel panjang (hingga 1000 m) dengan gantungan pada setiap
30-50 cm dan digantung di plafon
pabrik. Alat ini berfungsi untuk menggantungkan benda kerja yang relatif kecil
sehingga operator finishing tidak
perlu memegang benda kerja. Keuntungan alat bantu ini adalah agar seluruh
permukaan benda kerja bisa terlapisi bahan finishing
sekaligus tanpa harus menunggu bagian yang lain mengering. Dengan jumlah
gantungan yang cukup banyak, alat ini juga bisa berfungsi sebagai storage pengeringan.
3.
Table Conveyor:
Beberapa meja kerja yang bisa berputar 360 derajat dan tersusun seperti kereta
di atas rel di area finishing. Alat
bantu ini memerlukan area finishing
yang luas. Kelebihan alat ini adalah memberikan posisi yang baik bagi operator
untuk melakukan finishing pada bidang
lebar karena posisi benda kerja akan fleksibel diputar dan tidak mudah
terjatuh.
Untuk
mendapatkan hasil semprot yang lebih baik akan sangat menguntungkan apabila
sudut dan pengaturan spray gun diperhatikan. Pada bidang
yang lebar, sebaiknya diatur agar sudut semprot lebih lebar sehingga bahan finishing bisa rata. Posisi spray gun juga sebaiknya tegak lurus
dengan bidang kerja agar tidak terjadi penumpukkan bahan finishing pada satu area tertentu. Posisi semprot yang tidak tegak
lurus akan mudah terlihat pada saat kita
melakukan proses pewarnaan. Pada sisi tertentu akan terlihat lebih
gelap daripada sisi lainnya. Untuk
bidang yang sempit misalnya sisi tebal papan samping, kaki meja atau permukaan
kecil lainnya, spray gun bisa diatur agar
sudut semprot lebih kecil sehingga tidak banyak bahan finishing yang terbuang. Posisi
dan sudut spray gun yang baik dapat
dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Posisi dan sudut spray gun.
Hal yang perlu diperhatikan terutama pada
proses aplikasi permukaan lebar adalah
overlap. Overlap artinya proses pengulangan atau
penumpukkan semprot. Dengan sudut semprot yang sudah diatur, untuk bidang di
sebelahnya lebih baik sudut semprot juga dikenakan sekitar 10-15% area semprot
sebelumnya sehingga pada area tersebut mendapatkan kualitas permukaan yang sama
dengan bagian tengahnya (STK 2009).
Secara lebih rinci, masalah-masalah yang sering
terjadi pada metode aplikasi spraying
adalah :
1. Orange
peel: atomisasi yang
tidak memadai, tidak cukup pelarut atau tipis, spray gun terlalu dekat
dengan permukaan atau bergerak terlalu lambat sehingga
menyebabkan riak. Efek orange peel dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Orange peel.
2.
Gun sputters : ventilasi
udara tersumbat di cup lid, material
finishing terlalu tebal,
bahan tidak cukup dalam cup
atau tipping pada acute angle, terjadi kebocoran pada
fluid nozzle atau needle-valve packing nut.
3.
Finish leaks from fluid nozzle of spray gun : needle-valve
packing nut terlalu ketat, needle-valve packing
membutuhkan minyak, rusaknya batang fluid-nozzle
atau needle-valve, ukuran batang
needle-valve salah, pegas dari
batang needle-valve rusak atau rata.
4.
Dry spray:
atomisasi berlebihan, ada
permukaan yang mengalami penyemproten berulang, spray gun terlalu jauh dari permukaan atau bergerak
terlalu cepat. Efek dry spray dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar
3. Dry spray.
5. Runs or
sags: cat yang
digunakan terlalu padat, spray gun terlalu
dekat dengan permukaan atau bergerak terlalu lambat, material finishing terlalu
tipis, pemicu tidak terlepas di akhir setiap semprotan ketika
semprotan tidak melampaui objek,
spray gun tidak tegak
lurus ke permukaan. Efek ini dapat
dilihat di Gambar 4.
Gambar 4. Runs
or sags.
6. Finish
leaks from cup : gasket sudah lama tidak digunakan (Flexner
1994).
2.4
Spray Gun
Spray gun adalah alat finishing yang paling efisien dibandingkan dengan alat-alat finishing lainnya. Kita dapat menghasilkan
permukaan yang hampir mulus dan dapat menyelesaikan permukaan kayu yang
lebar dalam waktu singkat. Spray gun memecah cairan
menjadi tetesan kecil/semburan halus oleh
dua jet udara yang keluar dari horns di air nozzle. Tetesan tersebut melumuri
permukaan kayu dan mengalir bersama-sama untuk membuat
lapisan halus. Terpecahnya cairan tersebut menjadi tetesan kecil/semburan
halus disebut atomisasi. Ini sangat penting bahwa atomisasi
harus baik, atau tetesan kecil tersebut tidak akan mengalir bersama-sama dengan
sempurna (Flexner
1994).
Hal senada juga diutarakan oleh Michalski (2001), atomisasi didefinisikan sebagai suatu proses
mereduksi cairan menjadi partikel penyemprot halus, sehingga lapisan dapat
diterapkan pada kayu dengan cara yang relatif terkendali. Dengan tujuan
melindungi dan memperindah kayu. Meskipun atomisasi yang kurang baik akan
mempengaruhi kualitas finishing dan
menyebabkan orange peel, namun
kualitas finishing tidak semata-mata
tergantung pada atomisasi. Hal ini mungkin saja terjadi selama menyemprotkan
suatu cairan pelapis, sehingga overspray
dan dry spray. Kelebihan atomisasi
menyebabkan beberapa pelarut menguap terlalu cepat. Hal ini menyebabkan
partikel kering dan ketidakmampuan lapisan untuk mengalir keluar. Penggunaan
tekanan yang berlebihan dapat memisahkan cairan dari padatan dalam lapisan. Hal
ini disebut sebagai over shearing
atau dry spray.
Gambar
5. Bagian-bagian spray gun.
Spray gun biasa
digunakan untuk pengecatan bagian komponen yang mempunyai luasan permukaan yang
luas, karena biasanya cat akan menyebar merata saat disemprotkan dari sprayer. Spray gun dapat menyemprotkan cat dengan bantuan angin dari
kompresor, yang disalurkan melalui selang yang berada pada bagian bawah handle. Secara
lebih rinci, bagian-bagian spray gun
dapat dilihat pada Gambar 5. Pada dasarnya terdapat tiga kontrol utama pada
setiap spray gun (pistol angin), yaitu:
1.
Pengatur
Volume Bahan Finishing
Kontrol ini berfungsi untuk mengatur
besar-kecilnya jumlah bahan yang keluar dalam sekali tekan/semprot. Sebenarnya knob ini mengatur jarak lubang nozzle dengan jarum nozzle ketika pelatuk spray
gun ditekan. Jarak tersebut yang membuat udara bertekanan menarik bahan finishing keluar. Memutar knob tersebut ke kiri (berlawanan arah jarum jam) akan memperbesar
jarak jarum nozzle sehingga bahan finishing lebih banyak keluar. Tekan
pelatuk hingga menyentuh batasnya (penting sekali dalam setiap penyemprotan)
lalu putar knob pada saat yang sama
searah jarum jam untuk mengatur jumlah bahan finishing.
2.
Pengatur
Jumlah Udara Keluar
Biasanya terletak di samping spray gun dan berfungsi untuk mengatur
jumlah udara yang keluar dalam sekali tekanan pelatuk. Udara bertekanan
tersebut akan keluar melalui lubang di ujung spray gun dan segera bercampur dengan bahan finishing menjadi partikel yang kecil (atomized). Arah dan ukuran bahan yang bercampur udara tadi diatur
oleh lubang angin di ujung spray gun (Air Horn). Knob ini pula yang mengatur lebar dan arah semprotan. Dasar pengaturannya sama dengan
Pengatur Bahan Finishing.
3.
Pengatur
Tekanan udara
Ini adalah kontrol terakhir yang bisa digunakan untuk mengatur
semprotan finishing. Kontrol ini
mengatur besar kecilnya tekanan udara yang masuk melalui spray gun. Semakin kecil tekanan yang akan digunakan, semakin besar
pattern bahan yang tercapai.
Berbagai
produsen spray gun memiliki desain
berbeda walaupun prinsip alat kontrolnya masih sama. Jenis-jenis tersebut
memiliki fungsi dan kelebihan masing-masing.
Berbagai bentuk spray gun, antara
lain :
1.
Tabung
di bawah pistol: Sering disebut HVLP (High Volume Low Pressure), paling banyak digunakan untuk aplikasi base coat yang menuntut jumlah bahan
lebih banyak sebagai penutup pori-pori kayu.
2.
Gravity Spray Gun:
Tabung terletak di atas spray gun dan
biasanya digunakan untuk finishing
akhir (top coat) dengan viscositas yang lebih tinggi.
3.
Airless Spray Gun terhubung
langsung dengan tabung besar (20 liter) bahan finishing dan langsung memiliki dua saluran pada pangkalnya. Jenis
ini biasanya digunakan untuk pewarnaan dalam jumlah besar agar pencampuran bahan
warna finishing tidak terdapat
deviasi yang terlalu besar (STK
2008).
Gambar 6.
Berbagai bentuk spray gun.
Adapun
prinsip kerja spray gun adalah angin
yang berasal dari kompresor masuk melalui selang input, dan angin akan mengalir
melalui pipa kecil ke sprayer saat
picu (trigger) ditekan untuk mengalirkan angin dari kompresor. Saat angin
mengalir menuju sprayer, angin akan
menyedot udara atau cat dalam tabung karena perbedaan tekanan, sehingga cat
dapat tersedot dan mengalir bersama angin menuju sprayer dengan kecepatan tinggi dan disemprotkan untuk pelapisan
benda kerja.
Pengoperasian spray gun biasanya dilakukan dengan cara mencampurkan cat dengan pelarut untuk
mengencerkannya agar cat lebih mudah disedot. Setelah campuran sesuai, cat dimasukkan ke dalam tabung cat, dan pasang tabung cat ke spray gun dengan kencang agar terjadi kevakuman dalam tabung cat. Setelah itu, atur
campuran angin dengan menggunakan baut yang ada pada bawah handle
sampai cat bisa tersemprot dengan
lancar. Langkah selanjutnya atur penyemprot (sprayer) agar cat bisa tersebar dengan merata.
Pemeliharaan spray gun tergolong mudah, agar spray gun dapat digunakan pada setiap
saat dengan lancar, maka setelah pemakaian, spray gun harus dibersihkan dengan menggunakan thinner atau pelarut cat, agar sisa-sisa cat yang ada pada ujung sprayer maupun pada pipa penyedot cat tidak kering dan menyumbat
saluran (Nugroho 2010).
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di
Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor dari bulan Mei sampai November 2011.
3.2
Alat dan Bahan Penelitian
Bahan finishing kayu yang dipakai pada penelitian ini adalah Propran PU
sebagai bahan finishing kayu pelarut
minyak dan Impra Aqua sebagai bahan finishing
kayu pelarut air. Bahan pengencer
untuk Propan PU adalah thinner
sedangkan bahan pengencer untuk Impra Aqua adalah air bersih. Jenis
kayu rakyat yang dipakai adalah Akasia (A.
mangium), Nangka (A.
heterophyllus), Jati (T. grandis), Mindi (M. azedarach), dan Mahoni (S. macrophylla). Papan contoh uji dibedakan berdasarkan
papan tangensial dan papan radial serta kadar air basah (± 20-25%) dan kadar
air kering udara
(± 10-12%). Contoh uji yang dibuat berukuran 20 cm x 10 cm x 2 cm.
Beberapa bahan
dan peralatan lainnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah kaliper, kipas
angin, moisture meter, kape, kertas amplas
(no 180, 240 dan 400), kuas, majun atau kain halus, kompresor, spray gun, alat tulis, peralatan
keselamatan berupa masker, kamera Casio Exilim, gelas, pipet, es batu, air
panas, pemanas air, kecap, minyak sayur, cuka makan, kopi, oven, desikator, aquades, jampot atau botol kaca, pasir
steril, rayap tanah (Coptotermes
curvignatus Holmgren), neraca elektrik, dan seperangkat komputer dengan
aplikasi Microsoft Office 2007.
3.3
Proses Finishing Kayu
Gambar 7. Tahapan
aplikasi Propan PU.
Gambar 8. Tahapan aplikasi Impra Aqua.
3.4
Pengujian Daya Tahan Lapisan Finishing
3.4.1
Uji Ketahanan terhadap Bahan Kimia
Rumah Tangga
Pengujian
ini mengacu pada ASTM D 1308-02 dengan menggunakan
larutan bahan kimia rumah tangga seperti kecap, minyak sayur, cuka, dan kopi
sebagai reagents (Gambar 9). Sebelum dilakukan
pengujian, contoh uji dikeringudarakan terlebih dahulu selama satu minggu. Langkah awal pengujian adalah membagi permukaan
contoh uji dengan spidol dan penggaris ke dalam lima (5) bagian. Setelah itu, melaburkan bahan
kimia rumah tangga pada setiap
bagian dengan menggunakan pipet sebanyak dua tetes lalu didiamkan selama 10
menit. Setelah 10 menit, contoh
uji dibersihkan dengan
menggunakan kain bersih, kemudian mengamati perubahan fisik cat yang terjadi
dengan interval pengamatan 1 jam dan 24 jam. Perubahan fisik (cacat) yang diamati adalah besar permukaan bercacat akibat
aplikasi bahan kimia rumah tangga. Selanjutnya
persentase permukaan bercacat hasil pengamatan tersebut
diklasifikasikan dalam 10 kelas seperti yang tersaji pada Tabel 1.
Tabel
1. Klasifikasi Kondisi
Permukaan dalam 10 Kelas
Persentase Permukaan
Bercacat (%)
|
Kelas
|
Tidak
bercacat
|
10
|
0-1
|
9
|
2-3
|
8
|
4-6
|
7
|
7-10
|
6
|
11-20
|
5
|
Persentase Permukaan
Bercacat (%)
|
Kelas
|
21-30
|
4
|
31-40
|
3
|
41-55
|
2
|
56-75
|
1
|
> 75
|
0
|
Sumber
: ASTM D 1654-92 (2000)
Gambar 9.
Pembagian bidang labur bahan kimia rumah tangga.
3.4.2
Uji terhadap Panas dan Dingin
Dalam pengujian ketahanan terhadap bahan
rumah tangga, material pengotor (reagents)
hanya menyentuh permukaan saja. Sementara itu, pada penggunaannya nanti
seringkali perabot rumah tangga mendapat kontak dengan bahan panas ataupun
dingin. Panas dan dingin ini dapat merambat melalui lapisan bahan finishing
sehingga dapat mempengaruhi ikatan antar material finishing dan kayu
(mengembang atau menyusut). Oleh karena itu perlu dilakukan pengujan ini.
Pengujian panas dilakukan dengan cara
meletakkan gelas kecil berisi air panas (mendidih) di atas permukaan contoh uji, kemudian didiamkan
sampai air di dalam gelas kembali pada suhu normal. Pengujian dingin dilakukan
dengan meletakkan es dalam gelas di atas permukaan contoh uji, kemudian tunggu
sampai seluruh es mencair dan suhu air
kembali normal. Setelah itu dilakukan pengamatan
terhadap permukaan contoh uji.
Perubahan
fisik (cacat) yang diamati adalah besar
permukaan bercacat akibat pengujian panas dan dingin. Selanjutnya
persentase permukaan bercacat hasil pengamatan tersebut
diklasifikasikan dalam 10 kelas seperti yang tersaji pada Tabel 1.
3.5
Pengujian Ketahanan Kayu terhadap
Rayap Tanah
Proses pengujian ketahanan kayu terhadap rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren)
diawali dengan memasukkan jampot dan
pasir ke oven pada suhu 60 0C selama tujuh hari agar steril. Selain
itu, contoh
uji
dipotong dengan ukuran 1 cm x 1 cm x 1 cm kemudian
dimasukkan ke oven dengan suhu 60 0C selama dua hari. Setelah dua
hari, contoh uji dikeluarkan dari oven dan dimasukkan ke desikator selama 15
menit kemudian ditimbang sehingga mendapatkan berat kayu kering oven sebelum diumpankan (W1). Setelah itu, dalam setiap jampot dimasukkan dua
buah contoh uji, 50 g pasir, 15 ml aquades
dan rayap tanah (C. curvignathus)
yang sehat dan aktif sebanyak 50
ekor dengan komposisi rayap pekerja sebanyak 45 ekor dan
rayap prajurit sebanyak 5 ekor, kemudian contoh uji
tersebut disimpan di tempat gelap selama 4
minggu. Setiap
minggu aktivitas rayap dalam jampot diamati. Jika kadar air pasir berkurang,
maka ke dalam jampot tersebut ditambahkan air secukupnya sehingga kadar airnya
kembali seperti semula (pasir kembali lembab).
Pada minggu keempat, contoh uji dibersihkan kemudian
dimasukkan ke dalam oven dengan suhu
60 0C selama dua hari. Setelah dua hari, contoh uji dikeluarkan dari
oven dan dimasukkan ke desikator selama 15 menit kemudian ditimbang sehingga
mendapatkan berat kayu kering
oven setelah diumpankan (W2). Hasil uji ketahanan kayu terhadap rayap tanah (C.
curvignathus) dinyatakan
berdasarkan kehilangan berat kayu akibat dimakan oleh rayap tanah (C.
curvignathus) dan dihitung
dengan rumus:
keterangan:
P adalah penurunan berat,
dinyatakan dengan (%);
W1 adalah berat kayu kering oven sebelum diumpankan, dinyatakan dengan (g);
W2 adalah berat kayu kering oven
setelah diumpankan, dinyatakan dengan (g).
Penentuan
ketahanan kayu terhadap rayap tanah (C. curvignathus) yang dinyatakan
berdasarkan kehilangan berat kayu akibat dimakan oleh rayap tanah (C. curvignathus) dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi ketahanan kayu terhadap
rayap tanah berdasarkan
kehilangan berat
Kelas
|
Ketahanan
|
Penurunan berat (%)
|
I
|
Sangat
tahan
|
< 3,52
|
II
|
Tahan
|
3,52 – 7,50
|
III
|
Sedang
|
7,30 – 10,96
|
IV
|
Buruk
|
10,96 – 18,94
|
V
|
Sangat
buruk
|
18,94 – 31,89
|
Sumber
: SNI 01.7207-2006
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Penampilan Kayu Hasil Finishing
Penelitian ini memakai dua bahan finishing kayu, yaitu Impra
Aqua Wood Finishing dan Propan PU. Tahapan aplikasi Impra Aqua adalah Impra Aqua Wood Filler (AWF-911),
Impra Aqua Wood Stain (AWS-921),
Impra Aqua Sanding Sealer (ASS-941)
dan Impra Aqua Lacquer (AL-961) Clear Gloss sedangkan aplikasi Propan
PU dimulai dari Impra Wood Filler (WF-115), Propan PU Sanding
Sealer (PUSS-740-2K) dan Propan PU Lacquer (PUL-745-2K) Clear Gloss. Berat labur rata-rata pada tiap tahapan aplikasi bahan finishing dapat dilihat pada Tabel 3 dan
4.
Tabel 3. Berat Labur
Rata-rata pada Pengaplikasian Impra Aqua (g/cm2)
Jenis
Kayu
|
Jenis
Papan
|
Kadar
Air
|
Tahapan
Aplikasi Impra Aqua
|
||||
Filler
|
Wood
Stain
|
Sanding
Sealer
|
Top
Coat
|
||||
Mindi (M. azedarach)
|
Radial
|
Kering
|
0,00193
|
0,00180
|
0,00142
|
0,00067
|
|
Basah
|
0,00025
|
0,00118
|
0,00118
|
0,00066
|
|||
Tangensial
|
Kering
|
0,00161
|
0,00101
|
0,00049
|
0,00083
|
||
Basah
|
0,00050
|
0,00069
|
0,00013
|
0,00033
|
|||
Rata-rata
|
0,00107
|
0,00117
|
0,00081
|
0,00062
|
|||
Nangka (A. heterophyllus)
|
Radial
|
Kering
|
0,00167
|
0,00132
|
0,00133
|
0,00137
|
|
Basah
|
0,00040
|
0,00100
|
0,00133
|
0,00088
|
|||
Tangensial
|
Kering
|
0,00035
|
0,00136
|
0,00119
|
0,00085
|
||
Basah
|
0,00040
|
0,00102
|
0,00101
|
0,00081
|
|||
Rata-rata
|
0,00071
|
0,00117
|
0,00121
|
0,00098
|
|||
Jenis
Kayu
|
Jenis
Papan
|
Kadar
Air
|
Tahapan
Aplikasi Impra Aqua
|
||||
Filler
|
Wood
Stain
|
Sanding
Sealer
|
Top
Coat
|
||||
Akasia (A. mangium)
|
Radial
|
Kering
|
0,00046
|
0,00052
|
0,00169
|
0,00277
|
|
Basah
|
0,00051
|
0,00101
|
0,00044
|
0,00157
|
|||
Tangensial
|
Kering
|
0,00073
|
0,00171
|
0,00187
|
0,00204
|
||
Basah
|
0,00036
|
0,00097
|
0,00100
|
0,00104
|
|||
Rata-rata
|
0,00052
|
0,00105
|
0,00125
|
0,00185
|
|||
Mahoni (S. macrophylla)
|
Radial
|
Kering
|
0,00035
|
0,00085
|
0,00135
|
0,00066
|
|
Basah
|
0,00057
|
0,00100
|
0,00109
|
0,00149
|
|||
Tangensial
|
Kering
|
0,00058
|
0,00054
|
0,00199
|
0,00101
|
||
Basah
|
0,00050
|
0,00115
|
0,00078
|
0,00079
|
|||
Rata-rata
|
0,00050
|
0,00088
|
0,00130
|
0,00099
|
|||
Jati (T. grandis)
|
Radial
|
Kering
|
0,00062
|
0,00085
|
0,00198
|
0,00129
|
|
Basah
|
0,00035
|
0,00092
|
0,00092
|
0,00175
|
|||
Tangensial
|
Kering
|
0,00127
|
0,00288
|
0,00228
|
0,00075
|
||
Basah
|
0,00030
|
0,00142
|
0,00087
|
0,00093
|
|||
Rata-rata
|
0,00063
|
0,00152
|
0,00151
|
0,00118
|
|||
Berat Labur Rata-rata Minimal
|
0,00050
|
0,00088
|
0,00081
|
0,00062
|
|||
Berat Labur Rata-rata Maksimal
|
0,00107
|
0,00152
|
0,00151
|
0,00185
|
|||
Tahapan awal pada Impra
Aqua adalah pengaplikasian filler
dari jenis AWF-911. AWF-911 terbuat dari ekstender, pigmen, dan emulsi acrylic water base. Produk ini didesain
untuk mengisi pori-pori kayu. Sebelum pengaplikasian AWF-911, contoh uji
diamplas dengan kertas amplas No. 180 agar permukaannya halus. Pengaplikasian AWF-911 ke contoh uji dilakukan dengan
menggunakan kape. Berat labur rata-rata terkecil dan terbesar pada aplikasi AWF-911, secara
berurutan, Mahoni
(S. macrophylla) sebesar 0,00050 g/cm2 dan Mindi (M. azedarach) sebesar 0,00107 g/cm2.
Tahapan selanjutnya adalah
pengaplikasian wood stain, AWS-921. Pengaplikasian
Impra Aqua Wood Stain dilakukan
dengan dua cara,
yaitu :
1. Pengaplikasian
Impra Aqua Wood Stain dengan cara dikuas
kemudian dibal dengan kain halus untuk meratakan catnya. Hasil aplikasinya dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Penampilan contoh
uji yang menggunakan AWS-921 dengan cara dikuas sebanyak satu kali.
2. Pengaplikasian
Impra Aqua Wood Stain dengan cara dispray pada tekanan 4-5 bar (KPa) dan jarak penyemprotan 6”-10”. Posisi spray
gun dibuat tegak lurus dengan contoh uji. Hasil aplikasinya disajikan pada Gambar 11.
Gambar 11. Penampilan
contoh uji yang menggunakan AWS-921 dengan cara dispray sebanyak dua kali.
Secara berurutan, contoh uji yang memiliki berat labur rata-rata
terkecil dan terbesar pada aplikasi AWS-921 adalah Mahoni (S. macrophylla) sebesar 0,00088
g/cm2 dan Jati (T. grandis)
sebesar 0,00152 g/cm2. Langkah
selanjutnya adalah aplikasi Impra Aqua Sanding
Sealer (ASS-941). Impra Aqua Sanding
Sealer (ASS-941) adalah
sanding sealer berbahan dasar air
yang terbuat dari resin acrylic.
Pengaplikasiannya
dengan menggunakan spray gun pada
tekanan 4-5 bar (KPa). Sebelum diaplikasikan ke contoh uji, 10% volume air
bersih ditambahkan ke ASS-941. Pada tahap aplikasi ASS-941, berat labur rata-rata
terkecil dan terbesar dimiliki oleh Mindi (M.
azedarach) sebesar 0,00081
g/cm2 dan Jati (T. grandis)
sebesar 0,00151 g/cm2. Tahap
terakhir adalah pengaplikasian Impra Aqua Lacquer (AL-961). Pengaplikasiannya dicampur dengan 30% volume air bersih dan
disemprot dengan spray gun pada
tekanan 4-5 bar (KPa). Contoh uji yang memiliki berat labur rata-rata terbesar
dan terkecil pada aplikasi AL-961 secara berurutan adalah Akasia (A. mangium) sebesar 0,00185 g/cm2
dan Mindi (M. azedarach) sebesar 0,00062 g/cm2.
Tabel
4. Berat Labur Rata-rata pada Pengaplikasian Propan PU (g/cm2)
Jenis Kayu
|
Jenis Papan
|
Kadar Air
|
Tahapan Aplikasi
Propan PU
|
||
Filler
|
Sanding Sealer
|
Top Coat
|
|||
Mindi
(M. azedarach)
|
Radial
|
Kering
|
0,00076
|
0,00125
|
0,00190
|
Basah
|
0,00266
|
0,00164
|
0,00120
|
||
Tangensial
|
Kering
|
0,00089
|
0,00134
|
0,00247
|
|
Basah
|
0,00152
|
0,00193
|
0,00075
|
||
Rata-rata
|
0,00146
|
0,00154
|
0,00158
|
||
Nangka
(A. heterophyllus)
|
Radial
|
Kering
|
0,00019
|
0,00061
|
0,00116
|
Basah
|
0,00075
|
0,00078
|
0,00061
|
||
Tangensial
|
Kering
|
0,00147
|
0,00160
|
0,00242
|
|
Basah
|
0,00097
|
0,00136
|
0,00061
|
||
Rata-rata
|
0,00085
|
0,00109
|
0,00120
|
Jenis Kayu
|
Jenis Papan
|
Kadar Air
|
Tahapan Aplikasi Propan PU
|
||
Filler
|
Sanding Sealer
|
Top Coat
|
|||
Akasia
(A. mangium)
|
Radial
|
Kering
|
0,00150
|
0,00076
|
0,00264
|
Basah
|
0,00074
|
0,00097
|
0,00086
|
||
Tangensial
|
Kering
|
0,00097
|
0,00076
|
0,00245
|
|
Basah
|
0,00132
|
0,00125
|
0,00076
|
||
Rata-rata
|
0,00113
|
0,00094
|
0,00168
|
||
Mahoni
(S. macrophylla)
|
Radial
|
Kering
|
0,00109
|
0,00119
|
0,00277
|
Basah
|
0,00179
|
0,00143
|
0,00040
|
||
Tangensial
|
Kering
|
0,00141
|
0,00158
|
0,00178
|
|
Basah
|
0,00157
|
0,00174
|
0,00119
|
||
Rata-rata
|
0,00146
|
0,00149
|
0,00154
|
||
Jati
(T. grandis)
|
Radial
|
Kering
|
0,00102
|
0,00128
|
0,00194
|
Basah
|
0,00147
|
0,00103
|
0,00039
|
||
Tangensial
|
Kering
|
0,00159
|
0,00246
|
0,00086
|
|
Basah
|
0,00100
|
0,00108
|
0,00077
|
||
Rata-rata
|
0,00127
|
0,00147
|
0,00099
|
||
Berat
Labur Rata-rata Minimal
|
0,00085
|
0,00094
|
0,00099
|
||
Berat
Labur Rata-rata Maksimal
|
0,00146
|
0,00154
|
0,00168
|
Proses pengaplikasian Propan PU dimulai dengan pengaplikasian Impra Wood Filler (WF-115). Sebelum pelaburan WF-115,
permukaan contoh uji diamplas dengan kertas amplas No. 180 agar halus dan
menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel di permukaan. Pelaburan WF-115 ke
permukaan contoh uji dilakukan dengan menggunakan kape. Berat labur rata-rata
terkecil dan terbesar dimilki oleh Nangka (A.
heterophyllus) sebesar 0,00085 g/cm2
dan Mahoni (S. macrophylla) sebesar 0,00146 g/cm2. Tahapan selanjutnya adalah
pengaplikasian PUSS-740-2K dengan
menggunakan spray gun pada tekanan
5-7 bar (KPa). Perbandingan komponen PUSS-740-2K, hardener, dan thinner polyurethane adalah 2 : 1 : 1. Contoh uji
yang memiliki berat labur rata-rata terkecil dan terbesar adalah Akasia (A. mangium) sebesar 0,00094 g/cm2 dan Mindi (M. azedarach) sebesar 0,00154 g/cm2. Tahap aplikasi terakhir
adalah pelaburan PUL-745-2K. Pelaburan ini menggunakan spray gun dengan tekanan 5-7 bar (KPa). Perbandingan komponen
PUL-745-2K, hardener, dan thinner polyurethane adalah 2 : 1 : 1, sama
dengan PUSS-740-2K. Berat labur rata-rata terkecil dan terbesar dimiliki oleh
contoh uji Jati (T. grandis) sebesar 0,00099 g/cm2 dan Akasia (A. mangium) sebesar 0,00168 g/cm2.
Perbedaan tekanan yang dipakai pada saat spray gun menyemprotkan cat ke permukaan
contoh uji dapat mempengaruhi hasil akhir dari pengecatan contoh uji tersebut. Pada
Tabel 5 dan 6 disajikan hasil yang
menjelaskan tentang perbedaan tekanan tersebut.
Tabel 5. Penampilan Contoh Uji yang Mengalami
Perbedaan Tekanan pada Tiap Tahapan Aplikasi PU dan Impra Aqua
4 bar
(KPa)
|
5 bar
(KPa)
|
7 bar
(KPa)
|
||
Wood
Filler
|
WF-115
|
|||
AWF-911
|
||||
Wood Stain
|
Propan PU
tidak memakai wood stain
|
|||
AWS-921
|
||||
Sanding
Sealer
|
PUSS-740-2K
|
|||
4 bar
(KPa)
|
5 bar
(KPa)
|
7 bar
(KPa)
|
||
Sanding Sealer
|
ASS-941
|
|||
Top Coat/
Lacquer
|
PUL-745-2K
|
|||
AL-961
|
Pada aplikasi Impra Aqua, spray
gun sudah dapat digunakan pada tekanan 4-5
bar (KPa). Hal ini disebabkan karena Impra Aqua berbahan dasar air
sehingga jika mendapat tekanan yang terlalu besar maka lapisan bahan finishing tersebut dapat terpisah antara
cairan dengan padatannya. Hal ini dapat
mengakibatkan over shearing atau dry spray (Gambar 3). Semakin besar tekanan pada spray
gun maka warna yang dihasilkan pada contoh uji akan semakin gelap. Untuk
aplikasi Propan PU, tekanan ideal yang dipakai adalah 5-7 bar (KPa). Pada
tekanan 7 bar (KPa), daya kilap cat lebih terlihat sehingga menghasilkan hasil
akhir yang lebih baik. Propan PU berbahan dasar polyurethane sehingga lebih kental dibandingkan Impra Aqua. Jika tekanan yang digunakan pada spray gun terlalu kecil maka atomisasi tidak cukup besar, dan lapisan cat tidak akan melaburi seluruh permukaan
contoh uji. Hal ini akan
menyebabkan tampilan permukaan contoh uji seperti kulit jeruk atau biasa disebut sebagai efek
orange peel (Gambar 2).
Tabel 6. Penampilan Contoh
Uji pada Tiap Tahapan Aplikasi Propan PU dan Impra Aqua
Bahan
Finishing
|
4 bar
(KPa)
|
5 bar
(KPa)
|
7 bar
(KPa)
|
|
Propan PU
|
||||
Impra Aqua
|
Wood stain
|
Jenis spray gun yang digunakan pada penelitian ini adalah spray
gun dengan tabung di bawah
pistol atau sering disebut HVLP (High Volume Low Pressure). Spray gun
ini memiliki dua tombol pengaturan yaitu sekrup penyetel fan speader yang mengatur
besar-kecilnya udara yang keluar dari spray
gun dan sekrup penyetel fluida yang mengatur banyaknya fluida/cat yang
keluar dari spray gun.
Gambar 12. HVLP Gun.
Pada proses pengaplikasian Impra Aqua dan Propan PU
terjadi beberapa kesalahan metode pengecatan sehingga menyebabkan cacat pada
contoh uji, antara lain :
1.
Runs or sags, cacat ini terjadi karena spray gun terlalu
dekat dengan permukaan atau bergerak terlalu lambat dan spray
gun tidak tegak lurus ke
permukaan. Hal ini tersaji di Gambar
13.
Gambar 13. Runs or sags pada permukaan kayu.
2.
Poor adhesion, menempelnya benda asing seperti debu, kotoran, lemak, dust spray, silicon, oli dll pada permukaan kayu. Penyebab terjadinya poor adheshion adalah kondisi ruangan.
Permukaan film menjadi kasar yang menyebabkan daya rekat antara cat dan kayu
berkurang. Untuk itu dianjurkan kondisi ruang pengeringan hasil aplikasi harus
bersih dari debu dan memiliki sirkulasi udara yang baik, serta permukaan kayu
harus dibersihkan dari kotoran dan lemak. Penampilan contoh uji yang mengalami poor adhesion dapat dilihat pada Gambar
14.
Gambar 14. Poor adhesion pada permukaan kayu.
4.2
Daya Tahan Lapisan Finishing terhadap Bahan Kimia Rumah
Tangga dan Panas-Dingin
Pengujian daya tahan lapisan finishing
dilakukan dengan dua metode yaitu pengujian daya tahan lapisan finishing terhadap bahan kimia rumah
tangga dan pengujian daya tahan lapisan finishing
terhadap panas dan dingin. Uji bahan kimia rumah tangga dilakukan dengan
meneteskan zat pengotor seperti kopi, kecap, minyak, dan cuka pada permukaan
contoh uji (Gambar 15). Setelah didiamkan selama 10 menit, kayu dilap dengan
kain bersih dan dilakukan pengamatan perubahan fisik dengan interval pengamatan
1 jam dan 24 jam. Hasil pengamatan selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 3-5.
Tabel 7. Nilai Uji Daya Tahan Lapisan Finishing terhadap Bahan Kimia Rumah
Tangga menggunakan Propan PU dan Impra Aqua
Jenis Kayu
|
Jenis Papan
|
Kadar Air
|
Nilai Uji Daya Tahan Lapisan Finishing terhadap Bahan Kimia Rumah
Tangga
|
|||
Propan PU
|
Impra Aqua
|
|||||
Mindi (M. azedarach)
|
Radial
|
Kering
|
9,0
|
9,1
|
||
Basah
|
9,3
|
9,4
|
||||
Tangensial
|
Kering
|
9,6
|
9,4
|
|||
Basah
|
9,3
|
9,2
|
||||
Rata-rata
|
9,3
|
9,3
|
||||
Nangka (A. heterophyllus)
|
Radial
|
Kering
|
9,0
|
9,1
|
||
Basah
|
9,2
|
9,1
|
||||
Tangensial
|
Kering
|
9,5
|
9,3
|
|||
Basah
|
8,8
|
9,3
|
||||
Rata-rata
|
9,1
|
9,2
|
||||
Akasia (A. mangium)
|
Radial
|
Kering
|
9,2
|
9,4
|
||
Basah
|
9,3
|
9,4
|
||||
Tangensial
|
Kering
|
9,7
|
9,4
|
|||
Basah
|
9,3
|
9,4
|
||||
Rata-rata
|
9,3
|
9,4
|
||||
Mahoni (S. macrophylla)
|
Radial
|
Kering
|
8,9
|
9,2
|
||
Basah
|
8,9
|
9,1
|
||||
Tangensial
|
Kering
|
9,3
|
9,4
|
|||
Basah
|
8,9
|
9,3
|
||||
Rata-rata
|
9,0
|
9,2
|
||||
Jati (T. grandis)
|
Radial
|
Kering
|
9,2
|
9,4
|
||
Basah
|
9,2
|
9,4
|
||||
Tangensial
|
Kering
|
8,9
|
9,4
|
|||
Basah
|
9,5
|
9,3
|
||||
Rata-rata
|
9,2
|
9,4
|
||||
Rata-rata Nilai Uji Keseluruhan
|
9,2
|
9,3
|
||||
Berdasarkan tabel 7, nilai rata-rata uji lapisan finishing Impra Aqua sebesar 9,3 sedangkan nilai rata-rata uji
lapisan finishing Propan PU sebesar
9,2. Nilai ini membuktikan bahwa lapisan finishing
Impra Aqua lebih tahan terhadap bahan kimia rumah tangga dibanding Propan
PU. Namun, secara keseluruhan, rata-rata
kelas yang didapat dari hasil pengujian ketahanan lapisan finishing terhadap bahan kimia rumah tangga yang menggunakan Propan
PU dan Impra Aqua masuk ke dalam kelas 9 karena cacatnya hanya sekitar 0-1%
(lihat Tabel 1).
Kontrol Kopi Kecap Minyak Cuka
Gambar 15. Pengujian
ketahanan lapisan cat terhadap bahan kimia rumah tangga
Uji panas dilakukan dengan meletakkan segelas air panas pada permukaan
contoh uji hingga suhu air tersebut kembali normal. Uji dingin dilakukan dengan
meletakkan segelas es di atas permukaan contoh uji hingga es tersebut mencair
dan suhu airnya kembali normal (Gambar 16). Setelah itu, dilakukan pengamatan
perubahan fisik terhadap permukaan contoh uji.
Gambar 16. Uji ketahanan lapisan cat terhadap panas dan
dingin
Tabel 8. Nilai Uji
Daya Tahan Lapisan Finishing terhadap
Panas menggunakan Propan PU dan Impra Aqua
Jenis
Kayu
|
Jenis
Papan
|
Kadar
Air
|
Uji
Daya Tahan Lapisan Finishing
terhadap Panas
|
||
Propan
PU
|
Impra
Aqua
|
||||
Mindi
(M. azedarach)
|
Radial
|
Kering
|
10
|
9
|
|
Basah
|
8
|
9,5
|
|||
Tangensial
|
Kering
|
8
|
9
|
||
Basah
|
8
|
9
|
|||
Rata-rata
|
8,5
|
9,1
|
|||
Nangka
(A. heterophyllus)
|
Radial
|
Kering
|
9
|
9,5
|
|
Basah
|
8
|
9,5
|
|||
Tangensial
|
Kering
|
9
|
9
|
||
Basah
|
10
|
9,5
|
|||
Rata-rata
|
9,0
|
9,4
|
|||
Akasia
(A. mangium)
|
Radial
|
Kering
|
9
|
9,5
|
|
Basah
|
9
|
9
|
|||
Tangensial
|
Kering
|
8,5
|
9,5
|
||
Basah
|
9
|
9,5
|
|||
Rata-rata
|
8,9
|
9,4
|
|||
Mahoni
(S. macrophylla)
|
Radial
|
Kering
|
10
|
9,5
|
|
Basah
|
10
|
9
|
|||
Tangensial
|
Kering
|
9
|
9
|
||
Basah
|
10
|
9
|
|||
Rata-rata
|
9,8
|
9,1
|
|||
Jati
(T. grandis)
|
Radial
|
Kering
|
9
|
9
|
|
Basah
|
8,5
|
9,5
|
|||
Tangensial
|
Kering
|
9
|
9,5
|
||
Basah
|
8
|
9
|
|||
Rata-rata
|
8,6
|
9,3
|
|||
Rata-rata
Nilai Uji Keseluruhan
|
9,0
|
9,3
|
Berdasarkan tabel 8, nilai rata-rata uji lapisan finishing Impra Aqua sebesar 9,3 sedangkan nilai rata-rata uji
lapisan finishing Propan PU sebesar
9,0. Hal ini membuktikan bahwa lapisan finishing
Impra Aqua lebih tahan terhadap panas dibandingkan Propan PU. Secara
keseluruhan, nilai uji ketahanan lapisan cat terhadap panas digolongkan ke
dalam kelas 9-8 karena cacatnya hanya sekitar 1-3% (lihat tabel 1).
Tabel 9. Nilai Uji
Daya Tahan Lapisan Finishing terhadap
Dingin menggunakan Propan PU dan Impra Aqua
Jenis Kayu
|
Jenis Papan
|
Kadar Air
|
Uji Daya Tahan Lapisan
Finishing terhadap Dingin
|
||
Propan PU
|
Impra Aqua
|
||||
Mindi (M. azedarach)
|
Radial
|
Kering
|
10
|
10
|
|
Basah
|
9
|
9,5
|
|||
Tangensial
|
Kering
|
8
|
9
|
||
Basah
|
8
|
9
|
|||
Rata-rata
|
8,8
|
9,4
|
|||
Nangka (A. heterophyllus)
|
Radial
|
Kering
|
9
|
10
|
|
Basah
|
9
|
9,5
|
|||
Tangensial
|
Kering
|
9
|
9
|
||
Basah
|
10
|
9
|
|||
Rata-rata
|
9,3
|
9,4
|
|||
Akasia (A. mangium)
|
Radial
|
Kering
|
8,5
|
10
|
|
Basah
|
9
|
10
|
|||
Tangensial
|
Kering
|
8
|
10
|
||
Basah
|
9
|
10
|
|||
Rata-rata
|
8,6
|
10,0
|
Jenis Kayu
|
Jenis Papan
|
Kadar Air
|
Uji Daya Tahan Lapisan
Finishing terhadap Dingin
|
||
Propan PU
|
Impra Aqua
|
||||
Mahoni (S. macrophylla)
|
Radial
|
Kering
|
9,5
|
9,5
|
|
Basah
|
10
|
9,5
|
|||
Tangensial
|
Kering
|
9
|
10
|
||
Basah
|
10
|
10
|
|||
Rata-rata
|
9,6
|
9,8
|
|||
Jati (T. grandis)
|
Radial
|
Kering
|
9
|
10
|
|
Basah
|
9
|
9,5
|
|||
Tangensial
|
Kering
|
9
|
9
|
||
Basah
|
8
|
9,5
|
|||
Rata-rata
|
8,8
|
9,5
|
|||
Rata-rata Nilai Uji
Keseluruhan
|
9,0
|
9,6
|
Dari tabel 9 dapat dilihat nilai rata-rata uji lapisan finishing Impra Aqua sebesar 9,6
sedangkan nilai rata-rata uji lapisan finishing
Propan PU sebesar 9,0. Berdasarkan nilai tersebut, dapat disimpulkan bahwa
lapisan finishing Impra Aqua lebih
tahan terhadap dingin dibandingkan Propan PU. Namun, secara keseluruhan, nilai
uji ketahanan lapisan cat terhadap dingin digolongkan ke dalam kelas 9-8 karena
cacatnya hanya sekitar 1-3% (lihat tabel 1).
4.3
Ketahanan Kayu Hasil Finishing
terhadap Rayap Tanah (Coptotermes
curvignathus Holmgren)
Uji terakhir yang dilakukan pada
contoh uji adalah uji ketahanan kayu hasil finishing
terhadap rayap tanah (C.
curvignathus)
dengan menggunakan media pasir dan ditaruh di dalam jampot (Gambar 17). Uji ini
dilakukan untuk mengetahui jenis bahan finishing
yang lebih tahan terhadap rayap tanah (C.
curvignathus).
Hasil pengujiannya dapat dilihat pada Tabel 11.
Gambar 17. Uji ketahanan kayu terhadap rayap tanah (C.
curvignathus).
Tabel 10. Nilai Kehilangan Berat Kayu Hasil Finishing terhadap Rayap Tanah (C.
curvignathus)
menggunakan Propan PU dan Impra Aqua
Jenis Kayu
|
Jenis Papan
|
Kadar Air
|
Uji Ketahanan Kayu Hasil Finishing
terhadap Rayap Tanah (C. curvignathus), dalam g
|
||
Propan PU
|
Impra Aqua
|
||||
Mindi (M. azedarach)
|
Tangensial
|
Kering
|
0,190
|
0.201
|
|
Nangka (A. heterophyllus)
|
Tangensial
|
Kering
|
1,702
|
2,222
|
|
Akasia (A. mangium)
|
Tangensial
|
Kering
|
0,140
|
0,383
|
|
Mahoni (S. macrophylla)
|
Tangensial
|
Kering
|
0,181
|
0,000
|
|
Jati (T. grandis)
|
Tangensial
|
Kering
|
2,052
|
1,511
|
|
Akasia (A. mangium)
|
Kontrol
|
1,132
|
|||
Mindi (M. azedarach)
|
Kontrol
|
1,604
|
|||
Rata-rata Nilai Uji Keseluruhan berdasarkan Aplikasi Bahan
Finishing
|
0,853
|
1,029
|
Berdasarkan
tabel 10, total nilai rata-rata kehilangan berat kayu hasil finishing yang menggunakan Propan PU
sebesar 0,853% sedangkan total nilai rata-rata kehilangan berat kayu hasil finishing yang menggunakan Impra Aqua
sebesar 1,029%. Dari hasil pengujian ini dapat disimpulkan bahwa kayu hasil finishing yang menggunakan Propan PU
lebih tahan terhadap serangan rayap tanah (C.
curvignathus)
dibandingkan kayu hasil finishing
yang menggunakan Impra Aqua karena bahan finishing
Propan PU memiliki bau yang menyengat sehingga tidak disukai oleh rayap tanah (C.
curvignathus).
.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan
data-data hasil penelitian,
maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.
Peralatan yang paling baik
digunakan pada pengaplikasikan Impra Aqua adalah spray gun.
2.
Produk Impra
Aqua tidak mengeluarkan bau dan tidak mengakibatkan iritasi pada mata sehingga aman bagi kesehatan dan
peralatan yang digunakan pada proses pengecatan mudah untuk dibersihkan.
3.
Warna lacquer/top
coat yang dihasilkan dengan memakai Aqua Lacquer kurang mengkilap
dibandingkan dengan memakai Poly Urethane Lacquer
meskipun sama-sama Clear Gloss.
4.
Daya tahan
contoh uji terhadap bahan kimia rumah tangga, panas dan dingin baik yang
memakai Propan Poly Urethane maupun
Impra Aqua tidak menunjukkan perbedaan yang mencolok karena keduanya sama-sama
masuk ke dalam kelas 9-8.
5.
Contoh uji yang
memakai Propan Poly Urethane lebih
tahan terhadap serangan rayap tanah (C.
curvignathus) dibandingkan
contoh uji yang memakai Impra Aqua karena bahan finishing Propan Poly Urethane memiliki bau yang
menyengat sehingga tidak disukai oleh rayap tanah (C.
curvignathus).
5.2
Saran
Beberapa saran yang berguna untuk keberlanjutan
penelitian dengan tema ini, antara lain :
1.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai daya rekat cat terhadap
substrat dengan menggunakan cross cutter dan uji kilap dengan memakai microgloss reflektometer.
2.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang ketahanan kayu hasil
pengecatan terhadap jamur, rayap kayu kering dan bubuk kayu kering.
[Anonim].
2009. Mengenali komponen spray gun. http://pakarcat-myblog.blogspot.com/2009/09/mengenali-komponen-spraygun.html [21
September 2011].
[ASTM]
American Society for Testing and Materials. 2000. Standart Test Methode for Effect of Household Chemicals on Clear and
Pigmented Organic Finishes. ASTM D 1308-02.
[ASTM]
American Society for Testing and Materials. 2000. Standart Test Methode for Evaluation of Paintered or Coated Speciment
Subject to Corrosive Environments. ASTM D 1654-92.
[DEPHUT]
Departemen Kehutanan, Pusat Informasi Kehutanan. 2008. Undang-Undang Nomor 41
Tahun 1999 tentang Kehutanan. Jakarta: Departemen Kehutanan.
Feirer
JL. 1979. Woodworking For Industry
Technology and Practice. Third Edition Chas A. Bennet Co. Inc.
Flexner
B. 1994. Understanding Wood Finishing:
How to Select and Apply The Right Finish. United State of America: Rodale
Press, Inc.
Forest
Procucts Laboratory. 1974. Wood Handbook
: Wood as Engineering Material, volume 1. No 72. New York. USA.
Kennedy et al. 1987. Wood and Sellulosies; Industrial Utilisation, Biotechnology, Strukture
and Properties. Ellis Hordood Limite. Chicester West Susex. England.
Kurniawan
DS. 2006. Peningkatan Nilai Estetis Kayu melalui Finishing Teknik Batik Kayu
[skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Luza W.
2009. Pewarnaan Alami Kayu Nangka (Artocarpus
heterophyllus Lamk.) dengan Teknik Fumigasi Amonia [skripsi]. Bogor:
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Martawijaya
A et al. 1981. Atlas Kayu Indonesia
Jilid I. Bogor: Departemen Kehutanan
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Martawijaya
A et al. 1989. Atlas Kayu Indonesia
Jilid II. Bogor: Departemen Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan.
Michalski MV.
2001. Wood Finishing Training Program:
Markets, Needs, Prospecting and Supporting the Wood Finishing Industry. http://www.slideshare.net/adfintectraining-12671476742159-phpapp01.ppt
[26 Oktober 2011].
Mulyana
D. 2007. Kajian Sifat-sifat Finishing Interior pada Beberapa Jenis Kayu Cepat
Tumbuh [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Nugroho HA.
2010. Spray Gun. http://www.facebook.com/topic.php?uid=366830970417&topic=15641 [21
September 2011].
Pandit IKN,
Kurniawan D. 2008. Struktur Kayu: Sifat Kayu Sebagai Bahan Baku dan Ciri
Diagnostik Kayu Perdagangan Indonesia. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut
Pertanian Bogor.
Prawiro TT. 2008. Belajar dari Masa Lalu Pembangunan
Hutan Indonesia. Di dalam: Bashri Y, editor. Kebangkitan HTI Indonesia: Refleksi Pemikiran dan Pengabdian Ir.
Joedarso Djojosoebroto, MMA. Jakarta: Pustaka Bangsa. hlm 201-206.
Sein M.
1998. Pengujian Efikasi Campuran Beberapa Jenis Bahan Finishing dan Formulasi
Alfametrin terhadap Rayap Kayu Kering Cryptotermes
cynocephalus Light [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor.
[STK]
Semua Tentang Kayu. 2008. Bagaimana Spray
Gun Bekerja. http://www.tentangkayu.com/2008/05/bagaimana-spray-gun-bekerja.html [23
Oktober 2010].
[STK]
Semua Tentang Kayu. 2008. Jenis Bahan Finishing.
www.tentangkayu.com/2008/01/jenis-bahan-finishing-kayu.html [23 Oktober 2010].
[STK]
Semua Tentang Kayu. 2008. Penjelasan Singkat Finishing Kayu. www.tentangkayu.com/2008/01/penjelasan-singkat-finishing-kayu.html
[23 Oktober 2010].
[STK]
Semua Tentang Kayu. 2009. Metode Aplikasi Finishing-Spraying.
http://www.tentangkayu.com/2009/04/metode-aplikasi-finishing-spraying.html [23
Oktober 2010].
[SNI]
Standar Nasional Indonesia. 2006. Uji Ketahanan Kayu dan Produk Kayu terhadap
Organisme Perusak Kayu. BSN: Badan Standardisasi Nasional. SNI 01.7207-2006
Solikhin.
2006. Pengetahuan Produk Cat. Jakarta: PT. Propan Raya.
Syah R.
1991. Pengujian Efikasi Beberapa Jenis Bahan Finishing Dicampur Insektisida
Stedfast 15 EC terhadap Rayap Kayu Kering Cryptotermes
cynocephalus Light [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor.
Verheij
EWM, Coronel RE. 1992. Prosea : Plant
Resources of South-East Asia 2 Edible Fruits and Nuts. Coronel [editor].
Bogor.
Wagner
WH. 1967. Modern Woodworking : Tools,
Material and Procedures. The Goodheart-Wicox Company, Inc.
Wardani
M. 2008. Pemanfaatan dan Prospek Pengembangan Jenis-jenis Pohon di Hutan Rimba
Sayu, Kalimantan Barat. http://library.forda-mof.org/libforda/data_pdf/2535.pdf [19
Desember 2011].
mbak punya file astm nya ga? boleh minta? terimakasih
ReplyDelete