Saturday, April 28, 2012

APLIKASI BAHAN FINISHING PELARUT AIR DAN PELARUT MINYAK PADA LIMA JENIS KAYU RAKYAT

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sejak dulu Indonesia dikenal dengan sebutan zamrud khatulistiwa. Zamrud merupakan pencerminan dari keadaan alam Indonesia yang dipenuhi dengan hutan. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, menyatakan bahwa, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan memiliki tiga fungsi yaitu fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi.
Akhir tahun 1960-an, terjadi penebangan hutan secara besar-besaran di Indonesia, yang dikenal dengan sebutan banjir-kap, di mana orang melakukan penebangan kayu secara manual. Sementara itu, berawal dari tahun 1970, terjadi penebangan hutan skala besar dan dilanjutkan dengan dikeluarkannya izin-izin pengusahaan hutan tanaman industri pada tahun 1990, yang melakukan tebang habis (land clearing). Selain itu, areal hutan juga dialihfungsikan menjadi kawasan perkebunan dalam skala besar yang juga melakukan pembabatan hutan secara menyeluruh, menjadi kawasan transmigrasi dan juga menjadi kawasan pengembangan perkotaan (Prawiro 2008).
Untuk menanggulangi akibat dari penebangan hutan secara besar-besaran tersebut maka pada tahun 2004 dicanangkan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan (GERHAN). Salah satu kegiatan dalam gerakan tersebut adalah dengan memanfaatkan hutan rakyat sebagai sumber pasokan kayu bagi industri kehutanan. Bersama dengan HTI (Hutan Tanaman Industri), hutan rakyat diharapkan dapat menjadi pemasok kayu utama bagi industri kehutanan.
Berdasarkan kualitas, kayu-kayu yang berasal dari hutan rakyat memiliki penampilan yang kurang bagus jika dibandingkan dengan kayu-kayu yang berasal dari hutan alam. Salah satu cara untuk menanggulangi hal tersebut adalah dengan menemukan teknik finishing yang baik terhadap kayu-kayu dari hutan rakyat, terutama kayu-kayu yang akan dijadikan bahan baku furniture. Teknik finishing dapat dilakukan dengan beberapa pemahaman terhadap pemilihan kayu-kayu yang digunakan, sifat-sifat bahan finishing, serta tujuan pengaplikasian bahan finishing yang akan dilakukan (Solikhin 2006, diacu dalam Mulyana 2007).
Semakin maraknya isu global warming belakangan ini, memberi pengaruh bagi industri kehutanan terutama industri-industri kehutanan yang mengekspor produknya ke luar negeri seperti Jepang dan Eropa. Industri-industri ini diharuskan menghasilkan emisi pelarut organik yang rendah pada produk-produknya. Atas dasar ini, terjadi pembaharuan pada bahan finishing kayu. Mayoritas bahan finishing kayu yang beredar saat ini adalah bahan finishing pelarut minyak. Namun, sekarang sudah ada bahan finishing pelarut air yang kadar emisi pelarut organiknya rendah. Oleh karena itu, penelitian ini ingin mengetahui aplikasi dan karakteristik bahan finishing pelarut air dan pelarut minyak pada lima jenis kayu rakyat.

1.2              Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi aplikasi dan karakteristik bahan finishing kayu pelarut air dan minyak yang diaplikasikan pada lima jenis kayu rakyat yaitu Akasia (Acacia mangium), Nangka (Artocarpus heterophyllus), Jati (Tectona grandis), Mindi (Melia azedarach), dan Mahoni (Swietenia macrophylla).

1.3              Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi industri furniture di Indonesia dalam mengaplikasikan bahan finishing kayu pelarut air dan minyak sehingga menghasilkan produk-produk kayu berkualitas tinggi yang berasal dari hutan rakyat dan ramah lingkungan.





 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1              Jenis Kayu
2.1.1        Akasia (Acacia mangium)
Kayu Akasia memiliki nama latin Acacia mangium dengan nama daerah seperti kasia dan kihia (Jawa Barat). Kayu teras Akasia memiliki warna cokelat pucat sampai cokelat tua, kadang-kadang cokelat zaitun sampai cokelat kelabu, batasnya tegas dengan gubal yang berwarna kuning pucat sampai kuning jerami. Coraknya polos atau berjalur-jalur dengan jalur berwarna gelap dan terang bergantian pada bidang radial. Teksturnya halus sampai agak kasar dan merata. A. mangium memiliki berat jenis rata-rata 0,61 (0,43-0,66) sehingga termasuk kelas awet III dan kelas kuat II-III. Kayu Akasia biasa digunakan sebagai bahan konstruksi ringan sampai berat, rangka pintu dan jendela, perabot rumah tangga, lantai, papan dinding, tiang-tiang pancang, gerobak dan rodanya, pemeras minyak, gagang alat, alat pertanian, kotak dan batang korek api, papan partikel, papan serat, vinir dan kayu lapis, pulp dan kertas; selain itu baik juga untuk kayu bakar dan arang (Pandit & Kurniawan 2008).
2.1.2        Nangka (Artocarpus heterophyllus)
Nangka memiliki nama botani Artocarpus heterophyllus Lamk. Menurut Verheij dan Coronel (l992), Nangka memiliki nama lain seperti Jackfruit (Inggris), Jacquier (Prancis), Nongko (Javanese), Langka (Filipina), Khanun (Thailand). Nama daerah untuk Nangka pun bermacam-macam seperti nangko atau nangka (Jawa), anaane (Ambon), panaih (Aceh), lumasa atau malasa (Lampung), dan nama lainnya.
            Pohon Nangka umumnya berukuran sedang, memiliki tinggi 20-30 m, diameter batang mencapai 100 cm, seluruh bagian mengeluarkan getah putih bila dilukai. Kayu nangka telah banyak digunakan di Srilanka, India, dan Eropa (Verheij & Coronel 1992, diacu dalam Luza 2009). Berat jenisnya adalah 0,61 sehingga masuk ke dalam kelas kuat II-III dan kelas awet II-III. Kayu Nangka biasa digunakan sebagai bahan baku mebel, kayu konstruksi dan alat musik.

2.1.3        Jati (Tectona grandis)
Kayu Jati yang memiliki nama latin Tectona grandis, dikenal dengan nama lain Teak ( Inggris, Amerika, Jerman), Mai Sak (Thailand), Segwan (India), Teck (Perancis), dan Teca (Brazil). Nama daerah untuk Jati adalah Deleg, Dodolan, Jate, Jateh, Jatos, dan Kulidawa untuk daerah Jawa. Kayu Jati termasuk ke dalam famili Verbenaceae, dan memiliki terkstur yang agak kasar hingga kasar serta warna kayu teras kuning emas kecokelatan hingga cokelat kemerahan. Kayu teras dengan mudah dibedakan dari kayu gubalnya yang berwarna putih agak keabu-abuan. Berat jenis kayu Jati rata-rata 0,67 (0,62-0,75) sehingga termasuk ke dalam kelas kuat II dan kelas awet I-II (Martawijaya et al. 1981). Kayu Jati banyak dipakai sebagai bahan bangunan, kusen pintu dan jendela, pintu panel, bantalan kereta api, perabot rumah tangga, karoseri badan truk, dek kapal, parket, lumber sering dan vinir indah (Pandit & Kurniawan 2008).
2.1.4        Mindi (Melia azedarach)
Pohon mindi atau geringging (Melia azedarach L.) dari famili Meliaceae merupakan jenis pohon cepat tumbuh dan selalu hijau di daerah tropis dan menggugurkan daun selama musim dingin, suka cahaya, agak tahan kekeringan, agak toleran terhadap salinitas tanah dan subur di bawah titik beku. Pada umur 10 tahun dapat mencapai tinggi bebas cabang 8 meter dan diameter ± 40 cm. Nama daerah dari mindi adalah geringging, mementin, mindi (Jawa); jempinis (NTB); belile, bere, embora, kemel, lamoa, lemua, menga, mera (NTT), sedangkan di negara lain, mindi dikenal dengan nama Paternostertree, Persian lilac, Chinaberry, China tree (UK, USA); arbre de paternoster (Fr); árbol de paternoster, paraiso (Sp); albero di paternoster (It); paternostertäd (Sw); paternoster boom (Nl); Paternosterbaum (Gm); may rien (Vietnam); ku lian zi (China).
Pohon mindi memiliki persebaran alami di India dan Burma, banyak ditanam di daerah tropis dan subtropis, di Indonesia banyak ditanam di daerah Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan Papua. Tinggi pohon mencapai 45 m, tinggi bebas cabang 8-20 m, diameter sampai 60-185 cm, tidak berbanir. Tajuk menyerupai payung, percabangan melebar, kadang menggugurkan daun. Kulit luar berwarna merah-coklat sampai kelabu hitam, beralur dangkal sampai dalam, mengelupas kecil-kecil sampai kepingan besar. Batang silindris, tegak, tidak berbanir; kulit batang (papagan) abu-abu coklat, beralur membentuk garis-garis dan bersisik. Kayu teras berwarna merah-coklat muda semu-semu ungu, kayu gubal berwarna putih kemerah-merahan dan mempunyai batas yang jelas dengan kayu teras. Tekstur kayu sangat kasar, arah serat lurus atau agak berpadu, permukaan kayu agak licin, permukaan kayu mengkilap indah.
Berat jenisnya adalah 0,53 (0,42-0,65), masuk ke dalam kelas kuat III-II. Kayu mindi masuk ke dalam kelas awet IV-V dan berdasarkan hasil uji kubur, jenis kayu ini termasuk kelas awet V. Daya tahannya terhadap jamur pelapuk kayu termasuk kelas II-III. Kayu mindi dapat digunakan untuk peti teh, papan dan bangunan di bawah atap, panil, vinir hias dan sortimen yang berat mungkin baik untuk mebel (Martawijaya et al. 1989).
2.1.5        Mahoni (Swietenia macrophylla)
Kayu Mahoni (Swietenia macrophylla) memiliki nama lain mahagoni. Terasnya berwarna merah, merah muda kekuningan waktu masih segar kemudian lama-kelamaan berubah menjadi merah tua kecoklatan. Mudah dibedakan dengan gubal berwarna putih kekuningan. Teksturnya halus, sedang sampai agak kasar. Permukaan kayu agak licin dan mengkilap, arah serat tidak teratur menimbulkan corak bervariasi dan indah. Kekerasannya sedang dan agak berat. Rata-rata berat jenis kayu Mahoni adalah 0,62 (0,53-0,72) sehingga masuk ke kelas kuat II-III dan kelas awet III. Kayu Mahoni banyak digunakan sebagai perabot rumah tangga, vinir indah dan kayu lapis, barang kerajinan dan perpatungan, barang bubutan, pintu panel, dan komponen alat musik (Pandit & Kurniawan 2008).

2.2              Pengetahuan Dasar Finishing
Finishing merupakan lapisan paling akhir pada permukaan kayu. Proses ini bertujuan untuk memberikan nilai estetika yang lebih baik pada perabot kayu dan juga berfungsi untuk menutupi beberapa kelemahan kayu dalam hal warna, tekstur, atau kualitas ketahanan permukaan pada material tertentu. Tujuan lainnya adalah untuk melindungi kayu dari kondisi luar (cuaca, suhu udara, dll) ataupun benturan dengan barang lain. Dengan kata lain untuk menambah daya tahan dan keawetan produk kayu (STK 2008).
(Feirer 1979, diacu dalam Sein 1998), berdasarkan tujuan pemakaian, bahan finishing biasanya dibedakan dengan istilah interior dan eksterior. Interior berarti penggunaan bahan finishing pada material yang berada di luar ruangan. Selanjutnya Feirer mengatakan bahwa bahan finishing ekterior dapat dikelompokkan ke dalam tipe berpenetrasi (penetration type) dan tipe permukaan (surface type). Bahan finishing yang termasuk tipe berpenetrasi adalah bahan pewarna dan bahan pengawet, sedangkan bahan finishing tipe permukaan adalah cat dan pernis. Kedua tipe tersebut sesuai untuk sebagian besar pelaksanaan finishing kayu eksterior.
Dilihat dari jenis bahan, pada dasarnya ada dua macam jenis finishing untuk kayu, yaitu :
1.      Finishing bahan padat, material ini 100% menutupi permukaan kayu dan menyembunyikan tampak aslinya. Fisik bahan ini berupa lembaran atau rol. Populer untuk pemakaian furniture indoor dengan bahan dasar plywood, MDF, hardboard, softboard, dan jenis lembaran lainnya.
2.      Finishing bahan cair, sangat banyak jenis dan variasi aplikasinya. Paling populer digunakan pada seluruh jenis furniture kayu. Bersifat lebih fleksibel daripada finishing dari jenis bahan yang padat. Sangat baik untuk finishing permukaan bidang lebar ataupun melengkung. Pada teknologi terbaru sekarang ini, jenis finishing akhir cairan bisa memiliki kualitas yang sama kuatnya pada permukaan yang lebar pada plywood dan MDF. Jenis bahan finishing cair yang telah digunakan saat ini antara lain :
a.      Oil
Jenis finishing paling sederhana dan mudah aplikasinya. Bahan ini tidak membentuk lapisan film pada permukaan kayu. Oil meresap ke dalam pori-pori kayu dan tinggal di dalamnya untuk mencegah air keluar atau masuk dari pori-pori kayu. Cara aplikasinya dengan menyiram, merendam, atau melumuri benda kerja dengan oil kemudian dibersihkan dengan kain kering. Bahan ini tidak memberikan keawetan pada aspek benturan, goresan ataupun benturan fisik lainnya.


b.      Politur
Bahan dasar finishing ini adalah shellac yang berwujud serpihan atau batangan kemudian dicairkan dengan alkohol. Dalam hal ini, alkohol bekerja sebagai pencair (solvent). Setelah diaplikasikan ke benda kerja, alkohol akan menguap. Aplikasi dengan cara membasahi kain (sebaiknya yang berbahan katun) dan memoleskannya secara berkala pada permukaan kayu hingga mendapatkan lapisan tipis finishing (film) pada permukaan kayu. Semakin banyak polesan akan membuat lapisan semakin tebal.
c.       Nitro Cellulose (NC)
Jenis yang saat ini populer dan mudah diaplikasikan adalah NC (Nitro Cellulose) lacquer. Bahan finishing ini terbuat dari resin Nitrocellulose/alkyd yang dicampur dengan bahan solvent yang cepat kering, biasa disebut thinner. Bahan ini tahan air (tidak rusak apabila terkena air) tapi masih belum kuat menahan goresan. Kekerasan lapisan film NC tidak cukup keras untuk menahan benturan fisik. Meskipun sudah kering, NC bisa dikupas menggunakan bahan pencairnya (solvent/thinner). Cara aplikasinya menggunakan sistem spray (semprot) dengan tekanan udara.
d.      Melamine
Sifatnya hampir sama dengan bahan lacquer. Memiliki tingkat kekerasan lapisan film lebih tinggi dari lacquer akan tetapi bahan kimia yang digunakan akhir-akhir ini menjadi sorotan para konsumen karena berbahaya bagi lingkungan. Melamine mengandung bahan Formaldehyde paling tinggi di antara bahan finishing yang lain. Formaldehyde ini digunakan untuk menambah daya ikat molekul bahan finishing. Pewarnaan juga lebih bervariasi pada bahan ini.
e.       Poly Urethane (PU)
Lebih awet dibandingkan dengan jenis finishing sebelumnya dan lebih tebal lapisan filmnya. Bahan finishing membentuk lapisan yang benar-benar menutup permukaan kayu sehingga terbentuk lapisan seperti plastik. Memiliki daya tahan terhadap air dan panas sangat tinggi. Sangat baik untuk finishing produk outdoor, kusen dan pintu luar atau pagar. Proses pengeringannya juga menggunakan bahan kimia cair yang cepat menguap.
f.        Ultra Violet (UV) Lacquer
Satu-satunya aplikasi yang paling efektif saat ini dengan curtain method. Suatu metode aplikasi seperti air curahan yang membentuk tirai tersebut dengan kecepatan tertentu sehingga membentuk lapisan yang cukup tipis pada permukaan kayu. Disebut UV Lacquer karena bahan finishing ini hanya bisa dikeringkan oleh sinar Ultra Violet (UV), paling tepat untuk benda kerja dengan permukaan lebar papan atau plywood.
g.      Waterbased Lacquer
Jenis finishing yang paling populer akhir-akhir ini bagi para konsumen di Eropa. Menggunakan bahan pencair air murni (yang paling baik) dan resin akan tertinggal di permukaan kayu. Proses pengeringannya otomatis lebih lama dari jenis bahan finishing yang lain karena penguapan air jauh lebih lambat daripada penguapan alkohol ataupun thinner. Namun kualitas lapisan film yang diciptakan tidak kalah baik dengan NC atau melamine. Tahan air dan bahkan sekarang sudah ada jenis waterbased lacquer yang tahan goresan. Keuntungan utama yang diperoleh dari bahan jenis ini adalah lingkungan dan sosial. Di samping para karyawan ruang finishing lebih sehat, reaksi penguapan bahan kimia juga lebih kecil di rumah konsumen. 
(Wagner 1967, diacu dalam Syah 1991) menyatakan bahwa cat adalah campuran dari minyak, pengemulsi, pengering, dan pigmen. Cat adalah campuran zat padat dan zat cair. Zat padat disebut pigmen yang dapat memberikan corak/warna, pemburam, dan sangat baik untuk perlindungan. Pigmen biasanya dibuat dari metal atau mineral. Pigmen putih terbuat dari titanium seng dan timah sedangkan pigmen hitam terbuat dari karbon. Zat cair terdiri dari getah (gum) dan minyak yang menyebabkan zat padat dapat tersuspensi, cat lebih tahan lama, mudah diaplikasikan, tahan terhadap asam dan basa, serta dapat mengikat partikel-partikel pigmen. Cat dengan sistem pelarut berpenetrasi, baik pada kayu, khususnya memperlambat perkembangan jamur atau menghalangi blue stain (Kennedy et al. 1987, diacu dalam Sein 1998). Dalam Wood Handbook (1974) diterangkan bahwa dari semua bahan finishing, cat memberikan perlindungan terbaik pada kayu terhadap gesekan permukaan.

2.3              Metode Aplikasi Finishing-Spraying
Metode aplikasi finishing dengan alat semprot atau spraying merupakan metode aplikasi yang banyak digunakan di industri furniture saat ini. Hal ini didukung pula dengan banyaknya bahan finishing yang dibuat dan disesuaikan untuk aplikasi spraying. Alat kerja yang dipakai dalam spraying adalah kompresor, selang angin dan spray gun sebagai alat kerja pokok untuk aplikasi finishing metode spraying. Setelah itu, untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dan lebih sempurna, diperlukan tambahan peralatan misalnya:
1.      Spraybooth: Sebuah bidang penghisap yang terletak di depan aplikator, berfungsi untuk menyerap overspray dan debu agar tidak menempel pada benda kerja. Fungsi utamanya adalah agar percikan-percikan partikel finishing dan debu bergerak menjauhi benda kerja yang sedang disemprot. Partikel-partikel tersebut bisa mengakibatkan cacat gelembung dan kasar pada permukaan finishing. Model spraybooth bisa berupa aliran air dan penghisap udara sehingga partikel overspray bisa langsung menempel pada air. Ada juga yang hanya aliran udara (tanpa air).
2.      Hanging Conveyor: Alat bantu berupa rel panjang (hingga 1000 m) dengan gantungan pada setiap 30-50 cm dan digantung di plafon pabrik. Alat ini berfungsi untuk menggantungkan benda kerja yang relatif kecil sehingga operator finishing tidak perlu memegang benda kerja. Keuntungan alat bantu ini adalah agar seluruh permukaan benda kerja bisa terlapisi bahan finishing sekaligus tanpa harus menunggu bagian yang lain mengering. Dengan jumlah gantungan yang cukup banyak, alat ini juga bisa berfungsi sebagai storage pengeringan.
3.      Table Conveyor: Beberapa meja kerja yang bisa berputar 360 derajat dan tersusun seperti kereta di atas rel di area finishing. Alat bantu ini memerlukan area finishing yang luas. Kelebihan alat ini adalah memberikan posisi yang baik bagi operator untuk melakukan finishing pada bidang lebar karena posisi benda kerja akan fleksibel diputar dan tidak mudah terjatuh.
Untuk mendapatkan hasil semprot yang lebih baik akan sangat menguntungkan apabila sudut dan pengaturan spray gun diperhatikan. Pada bidang yang lebar, sebaiknya diatur agar sudut semprot lebih lebar sehingga bahan finishing bisa rata. Posisi spray gun juga sebaiknya tegak lurus dengan bidang kerja agar tidak terjadi penumpukkan bahan finishing pada satu area tertentu. Posisi semprot yang tidak tegak lurus akan mudah terlihat pada saat kita melakukan proses pewarnaan. Pada sisi tertentu akan terlihat lebih gelap daripada sisi lainnya. Untuk bidang yang sempit misalnya sisi tebal papan samping, kaki meja atau permukaan kecil lainnya, spray gun bisa diatur agar sudut semprot lebih kecil sehingga tidak banyak bahan finishing yang terbuang. Posisi dan sudut spray gun yang baik dapat dilihat pada Gambar 1.
 











 









Gambar 1. Posisi dan sudut spray gun.
Hal yang perlu diperhatikan terutama pada proses aplikasi permukaan lebar adalah overlap. Overlap artinya proses pengulangan atau penumpukkan semprot. Dengan sudut semprot yang sudah diatur, untuk bidang di sebelahnya lebih baik sudut semprot juga dikenakan sekitar 10-15% area semprot sebelumnya sehingga pada area tersebut mendapatkan kualitas permukaan yang sama dengan bagian tengahnya (STK 2009).
Secara lebih rinci, masalah-masalah yang sering terjadi pada metode aplikasi spraying adalah :
1.      Orange peel: atomisasi yang tidak memadai, tidak cukup pelarut atau tipis, spray gun terlalu dekat dengan permukaan atau bergerak terlalu lambat sehingga menyebabkan riak. Efek orange peel dapat dilihat pada Gambar 2.

 








Gambar 2. Orange peel.

2.      Gun sputters : ventilasi udara tersumbat di cup lid, material finishing terlalu tebal, bahan tidak cukup dalam cup atau tipping pada acute angle, terjadi kebocoran pada fluid nozzle atau needle-valve packing nut.
3.      Finish leaks from fluid nozzle of spray gun : needle-valve packing nut terlalu ketat, needle-valve packing membutuhkan minyak, rusaknya batang fluid-nozzle atau needle-valve, ukuran batang needle-valve salah, pegas dari batang needle-valve rusak atau rata.

4.      Dry spray: atomisasi berlebihan, ada permukaan yang mengalami penyemproten berulang, spray gun terlalu jauh dari permukaan atau bergerak terlalu cepat. Efek dry spray dapat dilihat pada Gambar 3.
 








Gambar 3. Dry spray.

5.      Runs or sags: cat yang digunakan terlalu padat, spray gun terlalu dekat dengan permukaan atau bergerak terlalu lambat, material finishing terlalu tipis, pemicu tidak terlepas di akhir setiap semprotan ketika semprotan tidak melampaui objek, spray gun tidak tegak lurus ke permukaan. Efek ini dapat dilihat di Gambar 4.
 









Gambar 4. Runs or sags.

6.      Finish leaks from cup : gasket sudah lama tidak digunakan (Flexner 1994).


2.4              Spray Gun
 Spray gun adalah alat finishing yang paling efisien dibandingkan dengan alat-alat finishing lainnya. Kita dapat menghasilkan permukaan yang hampir mulus dan dapat menyelesaikan permukaan kayu yang lebar dalam waktu singkat. Spray gun memecah cairan menjadi tetesan kecil/semburan halus oleh dua jet udara yang keluar dari horns di air nozzle. Tetesan tersebut melumuri permukaan kayu dan mengalir bersama-sama untuk membuat lapisan halus. Terpecahnya cairan tersebut menjadi tetesan kecil/semburan halus disebut atomisasi. Ini sangat penting bahwa atomisasi harus baik, atau tetesan kecil tersebut tidak akan mengalir bersama-sama dengan sempurna (Flexner 1994).
Hal senada juga diutarakan oleh Michalski (2001), atomisasi didefinisikan sebagai suatu proses mereduksi cairan menjadi partikel penyemprot halus, sehingga lapisan dapat diterapkan pada kayu dengan cara yang relatif terkendali. Dengan tujuan melindungi dan memperindah kayu. Meskipun atomisasi yang kurang baik akan mempengaruhi kualitas finishing dan menyebabkan orange peel, namun kualitas finishing tidak semata-mata tergantung pada atomisasi. Hal ini mungkin saja terjadi selama menyemprotkan suatu cairan pelapis, sehingga overspray dan dry spray. Kelebihan atomisasi menyebabkan beberapa pelarut menguap terlalu cepat. Hal ini menyebabkan partikel kering dan ketidakmampuan lapisan untuk mengalir keluar. Penggunaan tekanan yang berlebihan dapat memisahkan cairan dari padatan dalam lapisan. Hal ini disebut sebagai over shearing atau dry spray.
 








Gambar 5. Bagian-bagian spray gun.
Spray gun biasa digunakan untuk pengecatan bagian komponen yang mempunyai luasan permukaan yang luas, karena biasanya cat akan menyebar merata saat disemprotkan dari sprayer. Spray gun dapat menyemprotkan cat dengan bantuan angin dari kompresor, yang disalurkan melalui selang yang berada pada bagian bawah handle. Secara lebih rinci, bagian-bagian spray gun dapat dilihat pada Gambar 5. Pada dasarnya terdapat tiga kontrol utama pada setiap spray gun (pistol angin), yaitu:
1.      Pengatur Volume Bahan Finishing
Kontrol ini berfungsi untuk mengatur besar-kecilnya jumlah bahan yang keluar dalam sekali tekan/semprot. Sebenarnya knob ini mengatur jarak lubang nozzle dengan jarum nozzle ketika pelatuk spray gun ditekan. Jarak tersebut yang membuat udara bertekanan menarik bahan finishing keluar. Memutar knob tersebut ke kiri (berlawanan arah jarum jam) akan memperbesar jarak jarum nozzle sehingga bahan finishing lebih banyak keluar. Tekan pelatuk hingga menyentuh batasnya (penting sekali dalam setiap penyemprotan) lalu putar knob pada saat yang sama searah jarum jam untuk mengatur jumlah bahan finishing.
2.      Pengatur Jumlah Udara Keluar
Biasanya terletak di samping spray gun dan berfungsi untuk mengatur jumlah udara yang keluar dalam sekali tekanan pelatuk. Udara bertekanan tersebut akan keluar melalui lubang di ujung spray gun dan segera bercampur dengan bahan finishing menjadi partikel yang kecil (atomized). Arah dan ukuran bahan yang bercampur udara tadi diatur oleh lubang angin di ujung spray gun (Air Horn). Knob ini pula yang mengatur lebar dan arah semprotan. Dasar pengaturannya sama dengan Pengatur Bahan Finishing.
3.      Pengatur Tekanan udara
Ini adalah kontrol terakhir yang bisa digunakan untuk mengatur semprotan finishing. Kontrol ini mengatur besar kecilnya tekanan udara yang masuk melalui spray gun. Semakin kecil tekanan yang akan digunakan, semakin besar pattern bahan yang tercapai.
Berbagai produsen spray gun memiliki desain berbeda walaupun prinsip alat kontrolnya masih sama. Jenis-jenis tersebut memiliki fungsi dan kelebihan masing-masing. Berbagai bentuk spray gun, antara lain :
1.      Tabung di bawah pistol: Sering disebut HVLP (High Volume Low Pressure), paling banyak digunakan untuk aplikasi base coat yang menuntut jumlah bahan lebih banyak sebagai penutup pori-pori kayu.
2.      Gravity Spray Gun: Tabung terletak di atas spray gun dan biasanya digunakan untuk finishing akhir (top coat) dengan viscositas yang lebih tinggi.
3.      Airless Spray Gun terhubung langsung dengan tabung besar (20 liter) bahan finishing dan langsung memiliki dua saluran pada pangkalnya. Jenis ini biasanya digunakan untuk pewarnaan dalam jumlah besar agar pencampuran bahan warna finishing tidak terdapat deviasi yang terlalu besar (STK 2008).
 






Gambar 6. Berbagai bentuk spray gun.

Adapun prinsip kerja spray gun adalah angin yang berasal dari kompresor masuk melalui selang input, dan angin akan mengalir melalui pipa kecil ke sprayer saat picu (trigger) ditekan untuk mengalirkan angin dari kompresor. Saat angin mengalir menuju sprayer, angin akan menyedot udara atau cat dalam tabung karena perbedaan tekanan, sehingga cat dapat tersedot dan mengalir bersama angin menuju sprayer dengan kecepatan tinggi dan disemprotkan untuk pelapisan benda kerja.
Pengoperasian spray gun biasanya dilakukan dengan cara mencampurkan cat dengan pelarut untuk mengencerkannya agar cat lebih mudah disedot. Setelah campuran sesuai, cat dimasukkan ke dalam tabung cat, dan pasang tabung cat ke spray gun dengan kencang agar terjadi kevakuman dalam tabung cat. Setelah itu, atur campuran angin dengan menggunakan baut yang ada pada bawah handle sampai cat bisa tersemprot dengan lancar. Langkah selanjutnya atur penyemprot (sprayer) agar cat bisa tersebar dengan merata. 
Pemeliharaan spray gun tergolong mudah, agar spray gun dapat digunakan pada setiap saat dengan lancar, maka setelah pemakaian, spray gun harus dibersihkan dengan menggunakan thinner atau pelarut cat, agar sisa-sisa cat yang ada pada ujung sprayer maupun pada pipa penyedot cat tidak kering dan menyumbat saluran (Nugroho 2010).
























 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1              Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dari bulan Mei sampai November 2011.

3.2              Alat dan Bahan Penelitian
Bahan finishing kayu yang dipakai pada penelitian ini adalah Propran PU sebagai bahan finishing kayu pelarut minyak dan Impra Aqua sebagai bahan finishing kayu pelarut air. Bahan pengencer untuk Propan PU adalah thinner sedangkan bahan pengencer untuk Impra Aqua adalah air bersih. Jenis kayu rakyat yang dipakai adalah Akasia (A. mangium), Nangka (A. heterophyllus), Jati (T. grandis), Mindi (M. azedarach), dan Mahoni (S. macrophylla). Papan contoh uji dibedakan berdasarkan papan tangensial dan papan radial serta kadar air basah (± 20-25%) dan kadar air kering udara (± 10-12%). Contoh uji yang dibuat berukuran 20 cm x 10 cm x 2 cm.
Beberapa bahan dan peralatan lainnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah kaliper, kipas angin, moisture meter, kape, kertas amplas (no 180, 240 dan 400), kuas, majun atau kain halus, kompresor, spray gun, alat tulis, peralatan keselamatan berupa masker, kamera Casio Exilim, gelas, pipet, es batu, air panas, pemanas air, kecap, minyak sayur, cuka makan, kopi, oven, desikator, aquades, jampot atau botol kaca, pasir steril, rayap tanah (Coptotermes curvignatus Holmgren), neraca elektrik, dan seperangkat komputer dengan aplikasi Microsoft Office 2007.






3.3              Proses Finishing Kayu
Tahapan aplikasi Propan PU dan Impra Aqua dapat dilihat pada diagram alir yang masing-masing tersaji pada Gambar 7 dan 8.










Gambar 7. Tahapan aplikasi Propan PU.
















Gambar 8. Tahapan aplikasi Impra Aqua.
3.4              Pengujian Daya Tahan Lapisan Finishing
3.4.1        Uji Ketahanan terhadap Bahan Kimia Rumah Tangga
Pengujian ini mengacu pada ASTM D 1308-02 dengan menggunakan larutan bahan kimia rumah tangga seperti kecap, minyak sayur, cuka, dan kopi sebagai reagents (Gambar 9). Sebelum dilakukan pengujian, contoh uji dikeringudarakan terlebih dahulu selama satu minggu. Langkah awal pengujian adalah membagi permukaan contoh uji dengan spidol dan penggaris ke dalam lima (5) bagian. Setelah itu, melaburkan bahan kimia rumah tangga pada setiap bagian dengan menggunakan pipet sebanyak dua tetes lalu didiamkan selama 10 menit. Setelah 10 menit, contoh uji dibersihkan dengan menggunakan kain bersih, kemudian mengamati perubahan fisik cat yang terjadi dengan interval pengamatan 1 jam dan 24 jam. Perubahan fisik (cacat) yang diamati adalah besar permukaan bercacat akibat aplikasi bahan kimia rumah tangga.  Selanjutnya persentase permukaan bercacat hasil pengamatan tersebut diklasifikasikan dalam 10 kelas seperti yang tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Kondisi Permukaan dalam 10 Kelas
Persentase Permukaan
Bercacat (%)
Kelas
Tidak bercacat
10
0-1
9
2-3
8
4-6
7
7-10
6
11-20
5
Persentase Permukaan
Bercacat (%)
Kelas
21-30
4
31-40
3
41-55
2
56-75
1
> 75
0
           

Sumber : ASTM D 1654-92 (2000)




                    Kecap          Cuka           Kopi          Minyak         Kontrol
 









Gambar 9. Pembagian bidang labur bahan kimia rumah tangga.

3.4.2        Uji terhadap Panas dan Dingin
Dalam pengujian ketahanan terhadap bahan rumah tangga, material pengotor (reagents) hanya menyentuh permukaan saja. Sementara itu, pada penggunaannya nanti seringkali perabot rumah tangga mendapat kontak dengan bahan panas ataupun dingin. Panas dan dingin ini dapat merambat melalui lapisan bahan finishing sehingga dapat mempengaruhi ikatan antar material finishing dan kayu (mengembang atau menyusut). Oleh karena itu perlu dilakukan pengujan ini.
Pengujian panas dilakukan dengan cara meletakkan gelas kecil berisi air panas (mendidih) di atas permukaan contoh uji, kemudian didiamkan sampai air di dalam gelas kembali pada suhu normal. Pengujian dingin dilakukan dengan meletakkan es dalam gelas di atas permukaan contoh uji, kemudian tunggu sampai seluruh es mencair dan suhu air kembali normal. Setelah itu dilakukan pengamatan terhadap permukaan contoh uji. Perubahan fisik (cacat) yang diamati adalah besar permukaan bercacat akibat pengujian panas dan dingin.  Selanjutnya persentase permukaan bercacat hasil pengamatan tersebut diklasifikasikan dalam 10 kelas seperti yang tersaji pada Tabel 1.




3.5              Pengujian Ketahanan Kayu terhadap Rayap Tanah
Proses pengujian ketahanan kayu terhadap rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) diawali dengan memasukkan jampot dan pasir ke oven pada suhu 60 0C selama tujuh hari agar steril. Selain itu, contoh uji dipotong dengan ukuran 1 cm x 1 cm x 1 cm kemudian dimasukkan ke oven dengan suhu 60 0C selama dua hari. Setelah dua hari, contoh uji dikeluarkan dari oven dan dimasukkan ke desikator selama 15 menit kemudian ditimbang sehingga mendapatkan berat kayu kering oven sebelum diumpankan (W1). Setelah itu, dalam setiap jampot dimasukkan dua buah contoh uji, 50 g pasir, 15 ml aquades dan rayap tanah (C. curvignathus) yang sehat dan aktif sebanyak 50 ekor dengan komposisi rayap pekerja sebanyak 45 ekor dan rayap prajurit sebanyak 5 ekor, kemudian contoh uji tersebut disimpan di tempat gelap selama 4 minggu. Setiap minggu aktivitas rayap dalam jampot diamati. Jika kadar air pasir berkurang, maka ke dalam jampot tersebut ditambahkan air secukupnya sehingga kadar airnya kembali seperti semula (pasir kembali lembab).
Pada minggu keempat, contoh uji dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 60 0C selama dua hari. Setelah dua hari, contoh uji dikeluarkan dari oven dan dimasukkan ke desikator selama 15 menit kemudian ditimbang sehingga mendapatkan berat kayu kering oven setelah diumpankan (W2). Hasil uji ketahanan kayu terhadap rayap tanah (C. curvignathus) dinyatakan berdasarkan kehilangan berat kayu akibat dimakan oleh rayap tanah (C. curvignathus) dan dihitung dengan rumus:
keterangan:
P                adalah penurunan berat, dinyatakan dengan (%);
W1      adalah berat kayu kering oven sebelum  diumpankan, dinyatakan dengan (g);
W2      adalah berat kayu kering oven setelah diumpankan, dinyatakan dengan (g).


Penentuan ketahanan kayu terhadap rayap tanah (C. curvignathus) yang dinyatakan berdasarkan kehilangan berat kayu akibat dimakan oleh rayap tanah (C. curvignathus) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah berdasarkan kehilangan berat

Kelas
Ketahanan
Penurunan berat (%)
I
Sangat tahan
< 3,52
II
Tahan
3,52 – 7,50
III
Sedang
7,30 – 10,96
IV
Buruk
10,96 – 18,94
V
Sangat buruk
18,94 – 31,89

Sumber : SNI 01.7207-2006
















 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1              Penampilan Kayu Hasil Finishing
Penelitian ini memakai dua bahan finishing kayu, yaitu Impra Aqua Wood Finishing dan Propan PU. Tahapan aplikasi Impra Aqua adalah Impra Aqua Wood Filler (AWF-911), Impra Aqua Wood Stain (AWS-921), Impra Aqua Sanding Sealer (ASS-941) dan Impra Aqua Lacquer (AL-961) Clear Gloss sedangkan aplikasi Propan PU dimulai dari  Impra Wood Filler (WF-115), Propan PU Sanding Sealer (PUSS-740-2K) dan Propan PU Lacquer (PUL-745-2K) Clear Gloss. Berat labur rata-rata pada tiap tahapan aplikasi bahan finishing dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4.

Tabel 3. Berat Labur Rata-rata pada Pengaplikasian Impra Aqua (g/cm2)

Jenis Kayu
Jenis Papan
Kadar Air
Tahapan Aplikasi Impra Aqua
Filler
Wood Stain
Sanding Sealer
Top Coat
Mindi (M. azedarach)
Radial
Kering
0,00193
0,00180
0,00142
0,00067
Basah
0,00025
0,00118
0,00118
0,00066
Tangensial
Kering
0,00161
0,00101
0,00049
0,00083
Basah
0,00050
0,00069
0,00013
0,00033
Rata-rata
0,00107
0,00117
0,00081
0,00062
Nangka (A. heterophyllus)
Radial
Kering
0,00167
0,00132
0,00133
0,00137
Basah
0,00040
0,00100
0,00133
0,00088
Tangensial
Kering
0,00035
0,00136
0,00119
0,00085
Basah
0,00040
0,00102
0,00101
0,00081
Rata-rata
0,00071
0,00117
0,00121
0,00098
Jenis Kayu
Jenis Papan
Kadar Air
Tahapan Aplikasi Impra Aqua
Filler
Wood Stain
Sanding Sealer
Top Coat
Akasia (A. mangium)
Radial
Kering
0,00046
0,00052
0,00169
0,00277
Basah
0,00051
0,00101
0,00044
0,00157
Tangensial
Kering
0,00073
0,00171
0,00187
0,00204
Basah
0,00036
0,00097
0,00100
0,00104
Rata-rata
0,00052
0,00105
0,00125
0,00185
Mahoni (S. macrophylla)
Radial
Kering
0,00035
0,00085
0,00135
0,00066
Basah
0,00057
0,00100
0,00109
0,00149
Tangensial
Kering
0,00058
0,00054
0,00199
0,00101
Basah
0,00050
0,00115
0,00078
0,00079
Rata-rata
0,00050
0,00088
0,00130
0,00099
Jati (T. grandis)
Radial
Kering
0,00062
0,00085
0,00198
0,00129
Basah
0,00035
0,00092
0,00092
0,00175
Tangensial
Kering
0,00127
0,00288
0,00228
0,00075
Basah
0,00030
0,00142
0,00087
0,00093
Rata-rata
0,00063
0,00152
0,00151
0,00118
Berat Labur Rata-rata Minimal
0,00050
0,00088
0,00081
0,00062
Berat Labur Rata-rata Maksimal
0,00107
0,00152
0,00151
0,00185
 
Tahapan awal pada Impra Aqua adalah pengaplikasian filler dari jenis AWF-911. AWF-911 terbuat dari ekstender, pigmen, dan emulsi acrylic water base. Produk ini didesain untuk mengisi pori-pori kayu. Sebelum pengaplikasian AWF-911, contoh uji diamplas dengan kertas amplas No. 180 agar permukaannya halus. Pengaplikasian AWF-911 ke contoh uji dilakukan dengan menggunakan kape. Berat labur rata-rata terkecil dan terbesar pada aplikasi AWF-911, secara berurutan, Mahoni (S. macrophylla) sebesar 0,00050 g/cm2 dan Mindi (M. azedarach) sebesar 0,00107 g/cm2.
Tahapan selanjutnya adalah pengaplikasian wood stain, AWS-921. Pengaplikasian Impra Aqua Wood Stain dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1.      Pengaplikasian Impra Aqua Wood Stain dengan cara dikuas kemudian dibal dengan kain halus untuk meratakan catnya. Hasil aplikasinya dapat dilihat pada Gambar 10.

 








Gambar 10. Penampilan contoh uji yang menggunakan AWS-921 dengan cara dikuas sebanyak satu kali.

2.      Pengaplikasian Impra Aqua Wood Stain dengan cara dispray pada tekanan 4-5 bar (KPa) dan jarak penyemprotan 6”-10”. Posisi spray gun dibuat tegak lurus dengan contoh uji. Hasil aplikasinya disajikan pada Gambar 11.

     



     




Gambar 11. Penampilan contoh uji yang menggunakan AWS-921 dengan cara dispray sebanyak dua kali.

Secara berurutan, contoh uji yang memiliki berat labur rata-rata terkecil dan terbesar pada aplikasi AWS-921 adalah Mahoni (S. macrophylla) sebesar 0,00088 g/cm2 dan Jati (T. grandis) sebesar 0,00152 g/cm2. Langkah selanjutnya adalah aplikasi Impra Aqua Sanding Sealer (ASS-941). Impra Aqua Sanding Sealer (ASS-941) adalah sanding sealer berbahan dasar air yang terbuat dari resin acrylic. Pengaplikasiannya dengan menggunakan spray gun pada tekanan 4-5 bar (KPa). Sebelum diaplikasikan ke contoh uji, 10% volume air bersih ditambahkan ke ASS-941. Pada tahap aplikasi ASS-941, berat labur rata-rata terkecil dan terbesar dimiliki oleh Mindi (M. azedarach) sebesar 0,00081 g/cm2 dan Jati (T. grandis) sebesar 0,00151 g/cm2. Tahap terakhir adalah pengaplikasian Impra Aqua Lacquer (AL-961). Pengaplikasiannya dicampur dengan 30% volume air bersih dan disemprot dengan spray gun pada tekanan 4-5 bar (KPa). Contoh uji yang memiliki berat labur rata-rata terbesar dan terkecil pada aplikasi AL-961 secara berurutan adalah Akasia (A. mangium) sebesar 0,00185 g/cm2 dan Mindi (M. azedarach) sebesar 0,00062 g/cm2

Tabel 4. Berat Labur Rata-rata pada Pengaplikasian Propan PU (g/cm2)

Jenis Kayu
Jenis Papan
Kadar Air
Tahapan Aplikasi Propan PU
Filler
Sanding Sealer
Top Coat
Mindi (M. azedarach)
Radial
Kering
0,00076
0,00125
0,00190
Basah
0,00266
0,00164
0,00120
Tangensial
Kering
0,00089
0,00134
0,00247
Basah
0,00152
0,00193
0,00075
Rata-rata
0,00146
0,00154
0,00158
Nangka (A. heterophyllus)
Radial
Kering
0,00019
0,00061
0,00116
Basah
0,00075
0,00078
0,00061
Tangensial
Kering
0,00147
0,00160
0,00242
Basah
0,00097
0,00136
0,00061
Rata-rata
0,00085
0,00109
0,00120



Jenis Kayu
Jenis Papan
Kadar Air
Tahapan Aplikasi Propan PU
Filler
Sanding Sealer
Top Coat
Akasia (A. mangium)
Radial
Kering
0,00150
0,00076
0,00264
Basah
0,00074
0,00097
0,00086
Tangensial
Kering
0,00097
0,00076
0,00245
Basah
0,00132
0,00125
0,00076
Rata-rata
0,00113
0,00094
0,00168
Mahoni (S. macrophylla)
Radial
Kering
0,00109
0,00119
0,00277
Basah
0,00179
0,00143
0,00040
Tangensial
Kering
0,00141
0,00158
0,00178
Basah
0,00157
0,00174
0,00119
Rata-rata
0,00146
0,00149
0,00154
Jati (T. grandis)
Radial
Kering
0,00102
0,00128
0,00194
Basah
0,00147
0,00103
0,00039
Tangensial
Kering
0,00159
0,00246
0,00086
Basah
0,00100
0,00108
0,00077
Rata-rata
0,00127
0,00147
0,00099
Berat Labur Rata-rata Minimal
0,00085
0,00094
0,00099
Berat Labur Rata-rata Maksimal
0,00146
0,00154
0,00168

Proses pengaplikasian Propan PU dimulai dengan pengaplikasian Impra Wood Filler (WF-115). Sebelum pelaburan WF-115, permukaan contoh uji diamplas dengan kertas amplas No. 180 agar halus dan menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel di permukaan. Pelaburan WF-115 ke permukaan contoh uji dilakukan dengan menggunakan kape. Berat labur rata-rata terkecil dan terbesar dimilki oleh Nangka (A. heterophyllus) sebesar 0,00085 g/cm2 dan Mahoni (S. macrophylla) sebesar 0,00146 g/cm2. Tahapan selanjutnya adalah pengaplikasian PUSS-740-2K dengan menggunakan spray gun pada tekanan 5-7 bar (KPa). Perbandingan komponen PUSS-740-2K, hardener, dan thinner polyurethane adalah 2 : 1 : 1. Contoh uji yang memiliki berat labur rata-rata terkecil dan terbesar adalah Akasia (A. mangium) sebesar 0,00094 g/cm2 dan Mindi (M. azedarach) sebesar 0,00154 g/cm2. Tahap aplikasi terakhir adalah pelaburan PUL-745-2K. Pelaburan ini menggunakan spray gun dengan tekanan 5-7 bar (KPa). Perbandingan komponen PUL-745-2K, hardener, dan thinner polyurethane adalah 2 : 1 : 1, sama dengan PUSS-740-2K. Berat labur rata-rata terkecil dan terbesar dimiliki oleh contoh uji Jati (T. grandis) sebesar 0,00099 g/cm2 dan Akasia (A. mangium) sebesar 0,00168 g/cm2.
Perbedaan tekanan yang dipakai pada saat spray gun menyemprotkan cat ke permukaan contoh uji dapat mempengaruhi hasil akhir dari pengecatan contoh uji tersebut. Pada Tabel 5 dan 6 disajikan hasil yang menjelaskan tentang perbedaan tekanan tersebut.

Tabel 5. Penampilan Contoh Uji yang Mengalami Perbedaan Tekanan pada Tiap Tahapan Aplikasi PU dan Impra Aqua


4 bar (KPa)
5 bar (KPa)
7 bar (KPa)
Wood Filler
WF-115



AWF-911



Wood Stain
Propan PU tidak memakai wood stain
AWS-921



Sanding Sealer
PUSS-740-2K





 






4 bar (KPa)
5 bar (KPa)
7 bar (KPa)
Sanding Sealer
ASS-941



Top Coat/
Lacquer
PUL-745-2K


AL-961




Pada aplikasi Impra Aqua, spray gun sudah dapat digunakan pada tekanan 4-5 bar (KPa). Hal ini disebabkan karena Impra Aqua berbahan dasar air sehingga jika mendapat tekanan yang terlalu besar maka lapisan bahan finishing tersebut dapat terpisah antara cairan dengan padatannya.  Hal ini dapat mengakibatkan over shearing atau dry spray (Gambar 3). Semakin besar tekanan pada spray gun maka warna yang dihasilkan pada contoh uji akan semakin gelap. Untuk aplikasi Propan PU, tekanan ideal yang dipakai adalah 5-7 bar (KPa). Pada tekanan 7 bar (KPa), daya kilap cat lebih terlihat sehingga menghasilkan hasil akhir yang lebih baik. Propan PU berbahan dasar polyurethane sehingga lebih kental dibandingkan Impra Aqua. Jika tekanan yang digunakan pada spray gun terlalu kecil maka atomisasi tidak cukup besar, dan lapisan cat tidak akan melaburi seluruh permukaan contoh uji. Hal ini akan menyebabkan tampilan permukaan contoh uji seperti kulit jeruk atau biasa disebut sebagai efek orange peel (Gambar 2).  




Tabel 6. Penampilan Contoh Uji pada Tiap Tahapan Aplikasi Propan PU dan Impra Aqua

Bahan Finishing

4 bar (KPa)
5 bar (KPa)
7 bar (KPa)
Propan PU











Normal

Filler
Sanding sealer


Top coat
 
Impra Aqua










Normal

Filler
Wood stain

Sanding sealer

Top coat


Jenis spray gun yang digunakan pada penelitian ini adalah spray gun dengan tabung di bawah pistol atau sering disebut HVLP (High Volume Low Pressure). Spray gun ini memiliki dua tombol pengaturan yaitu sekrup penyetel fan speader  yang mengatur besar-kecilnya udara yang keluar dari spray gun dan sekrup penyetel fluida yang mengatur banyaknya fluida/cat yang keluar dari spray gun.
 




   




Gambar 12. HVLP Gun.

Pada proses pengaplikasian Impra Aqua dan Propan PU terjadi beberapa kesalahan metode pengecatan sehingga menyebabkan cacat pada contoh uji, antara lain :
1.      Runs or sags, cacat ini terjadi karena spray gun terlalu dekat dengan permukaan atau bergerak terlalu lambat dan spray gun tidak tegak lurus ke permukaan. Hal ini tersaji di Gambar 13.
 







 
Gambar 13. Runs or sags pada permukaan kayu.
2.      Poor adhesion, menempelnya benda asing seperti debu, kotoran, lemak, dust spray, silicon, oli dll pada permukaan kayu. Penyebab terjadinya poor adheshion adalah kondisi ruangan. Permukaan film menjadi kasar yang menyebabkan daya rekat antara cat dan kayu berkurang. Untuk itu dianjurkan kondisi ruang pengeringan hasil aplikasi harus bersih dari debu dan memiliki sirkulasi udara yang baik, serta permukaan kayu harus dibersihkan dari kotoran dan lemak. Penampilan contoh uji yang mengalami poor adhesion dapat dilihat pada Gambar 14.
 

 





Gambar 14. Poor adhesion pada permukaan kayu.

4.2              Daya Tahan Lapisan Finishing terhadap Bahan Kimia Rumah Tangga dan Panas-Dingin
Pengujian daya tahan lapisan finishing dilakukan dengan dua metode yaitu pengujian daya tahan lapisan finishing terhadap bahan kimia rumah tangga dan pengujian daya tahan lapisan finishing terhadap panas dan dingin. Uji bahan kimia rumah tangga dilakukan dengan meneteskan zat pengotor seperti kopi, kecap, minyak, dan cuka pada permukaan contoh uji (Gambar 15). Setelah didiamkan selama 10 menit, kayu dilap dengan kain bersih dan dilakukan pengamatan perubahan fisik dengan interval pengamatan 1 jam dan 24 jam. Hasil pengamatan selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 3-5.



Tabel 7. Nilai Uji Daya Tahan Lapisan Finishing terhadap Bahan Kimia Rumah Tangga menggunakan Propan PU dan Impra Aqua

Jenis Kayu
Jenis Papan
Kadar Air
Nilai Uji Daya Tahan Lapisan Finishing terhadap Bahan Kimia Rumah Tangga
Propan PU
Impra Aqua
Mindi (M. azedarach)
Radial
Kering
9,0
9,1
Basah
9,3
9,4
Tangensial
Kering
9,6
9,4
Basah
9,3
9,2
Rata-rata
9,3
9,3
Nangka (A. heterophyllus)
Radial
Kering
9,0
9,1
Basah
9,2
9,1
Tangensial
Kering
9,5
9,3
Basah
8,8
9,3
Rata-rata
9,1
9,2
Akasia (A. mangium)
Radial
Kering
9,2
9,4
Basah
9,3
9,4
Tangensial
Kering
9,7
9,4
Basah
9,3
9,4
Rata-rata
9,3
9,4
Mahoni (S. macrophylla)
Radial
Kering
8,9
9,2
Basah
8,9
9,1
Tangensial
Kering
9,3
9,4
Basah
8,9
9,3
Rata-rata
9,0
9,2
Jati (T. grandis)
Radial
Kering
9,2
9,4
Basah
9,2
9,4
Tangensial
Kering
8,9
9,4
Basah
9,5
9,3
Rata-rata
9,2
9,4
Rata-rata Nilai Uji Keseluruhan
9,2
9,3


Berdasarkan tabel 7, nilai rata-rata uji lapisan finishing Impra Aqua sebesar 9,3 sedangkan nilai rata-rata uji lapisan finishing Propan PU sebesar 9,2. Nilai ini membuktikan bahwa lapisan finishing Impra Aqua lebih tahan terhadap bahan kimia rumah tangga dibanding Propan PU.  Namun, secara keseluruhan, rata-rata kelas yang didapat dari hasil pengujian ketahanan lapisan finishing terhadap bahan kimia rumah tangga yang menggunakan Propan PU dan Impra Aqua masuk ke dalam kelas 9 karena cacatnya hanya sekitar 0-1% (lihat Tabel 1).   

 






      Kontrol                  Kopi                            Kecap              Minyak                        Cuka

Gambar 15. Pengujian ketahanan lapisan cat terhadap bahan kimia rumah tangga

Uji panas dilakukan dengan meletakkan segelas air panas pada permukaan contoh uji hingga suhu air tersebut kembali normal. Uji dingin dilakukan dengan meletakkan segelas es di atas permukaan contoh uji hingga es tersebut mencair dan suhu airnya kembali normal (Gambar 16). Setelah itu, dilakukan pengamatan perubahan fisik terhadap permukaan contoh uji.
 







Gambar 16. Uji ketahanan lapisan cat terhadap panas dan dingin
Tabel 8. Nilai Uji Daya Tahan Lapisan Finishing terhadap Panas menggunakan Propan PU dan Impra Aqua

Jenis Kayu
Jenis Papan
Kadar Air
Uji Daya Tahan Lapisan Finishing terhadap Panas
Propan PU
Impra Aqua
Mindi (M. azedarach)
Radial
Kering
10
9
Basah
8
9,5
Tangensial
Kering
8
9
Basah
8
9
Rata-rata
8,5
9,1
Nangka (A. heterophyllus)
Radial
Kering
9
9,5
Basah
8
9,5
Tangensial
Kering
9
9
Basah
10
9,5
Rata-rata
9,0
9,4
Akasia (A. mangium)
Radial
Kering
9
9,5
Basah
9
9
Tangensial
Kering
8,5
9,5
Basah
9
9,5
Rata-rata
8,9
9,4
Mahoni (S. macrophylla)
Radial
Kering
10
9,5
Basah
10
9
Tangensial
Kering
9
9
Basah
10
9
Rata-rata
9,8
9,1
Jati (T. grandis)
Radial
Kering
9
9
Basah
8,5
9,5
Tangensial
Kering
9
9,5
Basah
8
9
Rata-rata
8,6
9,3
Rata-rata Nilai Uji Keseluruhan
9,0
9,3

Berdasarkan tabel 8, nilai rata-rata uji lapisan finishing Impra Aqua sebesar 9,3 sedangkan nilai rata-rata uji lapisan finishing Propan PU sebesar 9,0. Hal ini membuktikan bahwa lapisan finishing Impra Aqua lebih tahan terhadap panas dibandingkan Propan PU. Secara keseluruhan, nilai uji ketahanan lapisan cat terhadap panas digolongkan ke dalam kelas 9-8 karena cacatnya hanya sekitar 1-3% (lihat tabel 1).

Tabel 9. Nilai Uji Daya Tahan Lapisan Finishing terhadap Dingin menggunakan Propan PU dan Impra Aqua

Jenis Kayu
Jenis Papan
Kadar Air
Uji Daya Tahan Lapisan Finishing terhadap Dingin
Propan PU
Impra Aqua
Mindi (M. azedarach)
Radial
Kering
10
10
Basah
9
9,5
Tangensial
Kering
8
9
Basah
8
9
Rata-rata
8,8
9,4
Nangka (A. heterophyllus)
Radial
Kering
9
10
Basah
9
9,5
Tangensial
Kering
9
9
Basah
10
9
Rata-rata
9,3
9,4
Akasia (A. mangium)
Radial
Kering
8,5
10
Basah
9
10
Tangensial
Kering
8
10
Basah
9
10
Rata-rata
8,6
10,0


Jenis Kayu
Jenis Papan
Kadar Air
Uji Daya Tahan Lapisan Finishing terhadap Dingin
Propan PU
Impra Aqua
Mahoni (S. macrophylla)
Radial
Kering
9,5
9,5
Basah
10
9,5
Tangensial
Kering
9
10
Basah
10
10
Rata-rata
9,6
9,8
Jati (T. grandis)
Radial
Kering
9
10
Basah
9
9,5
Tangensial
Kering
9
9
Basah
8
9,5
Rata-rata
8,8
9,5
Rata-rata Nilai Uji Keseluruhan
9,0
9,6

Dari tabel 9 dapat dilihat nilai rata-rata uji lapisan finishing Impra Aqua sebesar 9,6 sedangkan nilai rata-rata uji lapisan finishing Propan PU sebesar 9,0. Berdasarkan nilai tersebut, dapat disimpulkan bahwa lapisan finishing Impra Aqua lebih tahan terhadap dingin dibandingkan Propan PU. Namun, secara keseluruhan, nilai uji ketahanan lapisan cat terhadap dingin digolongkan ke dalam kelas 9-8 karena cacatnya hanya sekitar 1-3% (lihat tabel 1).

4.3              Ketahanan Kayu Hasil Finishing terhadap Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren)
Uji terakhir yang dilakukan pada contoh uji adalah uji ketahanan kayu hasil finishing terhadap rayap tanah (C. curvignathus) dengan menggunakan media pasir dan ditaruh di dalam jampot (Gambar 17). Uji ini dilakukan untuk mengetahui jenis bahan finishing yang lebih tahan terhadap rayap tanah (C. curvignathus). Hasil pengujiannya dapat dilihat pada Tabel 11.

 








Gambar 17. Uji ketahanan kayu terhadap rayap tanah (C. curvignathus).

Tabel 10. Nilai Kehilangan Berat Kayu Hasil Finishing terhadap Rayap Tanah (C. curvignathus) menggunakan Propan PU dan Impra Aqua

Jenis Kayu
Jenis Papan
Kadar Air
Uji Ketahanan Kayu Hasil Finishing terhadap Rayap Tanah (C. curvignathus), dalam g
Propan PU
Impra Aqua
Mindi (M. azedarach)
Tangensial
Kering
0,190
0.201
Nangka (A. heterophyllus)
Tangensial
Kering
1,702
2,222
Akasia (A. mangium)
Tangensial
Kering
0,140
0,383
Mahoni (S. macrophylla)
Tangensial
Kering
0,181
0,000
Jati (T. grandis)
Tangensial
Kering
2,052
1,511
Akasia (A. mangium)
Kontrol
1,132
Mindi (M. azedarach)
Kontrol
1,604
Rata-rata Nilai Uji Keseluruhan berdasarkan Aplikasi Bahan Finishing
0,853
1,029

Berdasarkan tabel 10, total nilai rata-rata kehilangan berat kayu hasil finishing yang menggunakan Propan PU sebesar 0,853% sedangkan total nilai rata-rata kehilangan berat kayu hasil finishing yang menggunakan Impra Aqua sebesar 1,029%. Dari hasil pengujian ini dapat disimpulkan bahwa kayu hasil finishing yang menggunakan Propan PU lebih tahan terhadap serangan rayap tanah (C. curvignathus) dibandingkan kayu hasil finishing yang menggunakan Impra Aqua karena bahan finishing Propan PU memiliki bau yang menyengat sehingga tidak disukai oleh rayap tanah (C. curvignathus).



.   


















 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1              Kesimpulan
Berdasarkan data-data hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.      Peralatan yang paling baik digunakan pada pengaplikasikan Impra Aqua adalah spray gun.
2.      Produk Impra Aqua tidak mengeluarkan bau dan tidak mengakibatkan iritasi pada mata sehingga aman bagi kesehatan dan peralatan yang digunakan pada proses pengecatan mudah untuk dibersihkan.
3.      Warna lacquer/top coat yang dihasilkan dengan memakai Aqua Lacquer kurang mengkilap dibandingkan dengan memakai Poly Urethane Lacquer meskipun sama-sama Clear Gloss.
4.      Daya tahan contoh uji terhadap bahan kimia rumah tangga, panas dan dingin baik yang memakai Propan Poly Urethane maupun Impra Aqua tidak menunjukkan perbedaan yang mencolok karena keduanya sama-sama masuk ke dalam kelas 9-8.
5.      Contoh uji yang memakai Propan Poly Urethane lebih tahan terhadap serangan rayap tanah (C. curvignathus) dibandingkan contoh uji yang memakai Impra Aqua karena bahan finishing Propan Poly Urethane memiliki bau yang menyengat sehingga tidak disukai oleh rayap tanah (C. curvignathus).

5.2              Saran
Beberapa saran yang berguna untuk keberlanjutan penelitian dengan tema ini, antara lain :
1.      Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai daya rekat cat terhadap substrat dengan menggunakan cross cutter dan uji kilap dengan memakai microgloss reflektometer.
2.      Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang ketahanan kayu hasil pengecatan terhadap jamur, rayap kayu kering dan bubuk kayu kering.



DAFTAR PUSTAKA


[Anonim]. 2009. Mengenali komponen spray gun. http://pakarcat-myblog.blogspot.com/2009/09/mengenali-komponen-spraygun.html [21 September 2011].

[ASTM] American Society for Testing and Materials. 2000. Standart Test Methode for Effect of Household Chemicals on Clear and Pigmented Organic Finishes. ASTM D 1308-02.

[ASTM] American Society for Testing and Materials. 2000. Standart Test Methode for Evaluation of Paintered or Coated Speciment Subject to Corrosive Environments. ASTM D 1654-92.

[DEPHUT] Departemen Kehutanan, Pusat Informasi Kehutanan. 2008. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Jakarta: Departemen Kehutanan.

Feirer JL. 1979. Woodworking For Industry Technology and Practice. Third Edition Chas A. Bennet Co. Inc.

Flexner B. 1994. Understanding Wood Finishing: How to Select and Apply The Right Finish. United State of America: Rodale Press, Inc.

Forest Procucts Laboratory. 1974. Wood Handbook : Wood as Engineering Material, volume 1. No 72. New York. USA.

Kennedy et al. 1987. Wood and Sellulosies; Industrial Utilisation, Biotechnology, Strukture and Properties. Ellis Hordood Limite. Chicester West Susex. England.

Kurniawan DS. 2006. Peningkatan Nilai Estetis Kayu melalui Finishing Teknik Batik Kayu [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Luza W. 2009. Pewarnaan Alami Kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.) dengan Teknik Fumigasi Amonia [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Martawijaya A et al. 1981. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Bogor: Departemen Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Martawijaya A et al. 1989. Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Bogor: Departemen Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.



Michalski MV. 2001. Wood Finishing Training Program: Markets, Needs, Prospecting and Supporting the Wood Finishing Industry. http://www.slideshare.net/adfintectraining-12671476742159-phpapp01.ppt [26 Oktober 2011].

Mulyana D. 2007. Kajian Sifat-sifat Finishing Interior pada Beberapa Jenis Kayu Cepat Tumbuh [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Nugroho HA. 2010. Spray Gun. http://www.facebook.com/topic.php?uid=366830970417&topic=15641 [21 September 2011].

Pandit IKN, Kurniawan D. 2008. Struktur Kayu: Sifat Kayu Sebagai Bahan Baku dan Ciri Diagnostik Kayu Perdagangan Indonesia. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Prawiro TT.  2008. Belajar dari Masa Lalu Pembangunan Hutan Indonesia. Di dalam: Bashri Y, editor. Kebangkitan HTI Indonesia: Refleksi Pemikiran dan Pengabdian Ir. Joedarso Djojosoebroto, MMA. Jakarta: Pustaka Bangsa. hlm 201-206.

Sein M. 1998. Pengujian Efikasi Campuran Beberapa Jenis Bahan Finishing dan Formulasi Alfametrin terhadap Rayap Kayu Kering Cryptotermes cynocephalus Light [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

[STK] Semua Tentang Kayu. 2008. Bagaimana Spray Gun Bekerja. http://www.tentangkayu.com/2008/05/bagaimana-spray-gun-bekerja.html [23 Oktober 2010].

[STK] Semua Tentang Kayu. 2008. Jenis Bahan Finishing. www.tentangkayu.com/2008/01/jenis-bahan-finishing-kayu.html [23 Oktober 2010].

[STK] Semua Tentang Kayu. 2008. Penjelasan Singkat Finishing Kayu. www.tentangkayu.com/2008/01/penjelasan-singkat-finishing-kayu.html [23 Oktober 2010].

[STK] Semua Tentang Kayu. 2009. Metode Aplikasi Finishing-Spraying. http://www.tentangkayu.com/2009/04/metode-aplikasi-finishing-spraying.html [23 Oktober 2010].

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2006. Uji Ketahanan Kayu dan Produk Kayu terhadap Organisme Perusak Kayu. BSN: Badan Standardisasi Nasional. SNI 01.7207-2006

Solikhin. 2006. Pengetahuan Produk Cat. Jakarta: PT. Propan Raya.

Syah R. 1991. Pengujian Efikasi Beberapa Jenis Bahan Finishing Dicampur Insektisida Stedfast 15 EC terhadap Rayap Kayu Kering Cryptotermes cynocephalus Light [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Verheij EWM, Coronel RE. 1992. Prosea : Plant Resources of South-East Asia 2 Edible Fruits and Nuts. Coronel [editor]. Bogor.

Wagner WH. 1967. Modern Woodworking : Tools, Material and Procedures. The Goodheart-Wicox Company, Inc.

Wardani M. 2008. Pemanfaatan dan Prospek Pengembangan Jenis-jenis Pohon di Hutan Rimba Sayu, Kalimantan Barat. http://library.forda-mof.org/libforda/data_pdf/2535.pdf [19 Desember 2011].

1 comment: