H-1 sebelum puasa
tok, tok, tok... pintu kamarku tiba-tiba diketuk diiringi dengan suara lantang bapak.
"keluar mbak, bapak pengen bicara dengan kalian bertiga", kata bapak.
dari kata-kata itu, aku tahu pasti akan ada pembicaraan panjang yang berimbas dengan sakitnya hatiku. Sambil keluar kamar, aku berpikir, beberapa hari ini dan sampai sekarang aku tidak melakukan kesalahan apa pun. Ketika aku menuruni tangga untuk menuju ke ruang tamu, akhirnya aku tahu bahwa masalahnya adalah adikku yang paling tua.
Awalnya aku pikir karena dia belum pulang sampai larut malam ini tetapi bapak tidak akan marah besar jika hanya masalah itu yang terjadi. Samar-samar kudengar adikku melakukan tindakan yang fatal, sangat fatal bagiku hingga sampai sekarang aku masih belum percaya mendengarnya.
Adikku yang paling tua sedang dalam perjalanan pulang ke rumah. Sebelum dia datang, bapak menasihati adikku yang paling kecil karena kemarin dia pulang pagi. Seperti biasa, adikku yang satu itu memang tidak pernah sopan kalau bicara. Akhirnya naiklah emosi bapak hingga budehku yang ada di sebelah rumah datang ke rumah kami. Dari situ perasaanku mulai tidak enak. Jujur, aku tidak suka dengan segala pertengkaran karena membuat kepalaku pusing dan dadaku sesak. Belum lagi kalau sampai ada air mata yang keluar. Aku paling anti menitikkan air mata di depan orang lain termasuk juga keluargaku.
Dalam emosi yang masih berkobar itu, tiba-tiba adikku yang paling tua datang. Bapak langsung marah besar dan seketika itu juga mengambil botol pewangi ruangan lalu memukulnya ke badan adikku. Spontan langsung aku halangi dengan tanganku karena aku tidak mau ada yang terluka. Kejadian itu berkali-kali hingga akhirnya bapak melempar botol itu ke arah kaleng biskuit hingga kaleng itu penyok dan isinya keluar mengenai badanku.
Kejadian itu mengingatkanku kembali pada delapan tahun silam, ketika bapak hampir memukulku dengan kursi plastik namun tidak jadi karena dihalangi oleh pembantuku. Kemudian dia mengambil hanger dan memukulku dengan hanger tersebut hingga hanger itu hancur berkeping-keping. Kejadian itu disaksikan oleh adik-adikku namun mereka tidak ada yang maju untuk menolongku. Saat itu badanku tidak sakit tapi hatiku yang sangat sakit karena perilaku adik-adikku. Dulu aku sangat kecewa kepada mereka, mereka lelaki tapi tidak bisa melindungi kakaknya yang perempuan. Itulah sebabnya mengapa dulu aku tega meninggalkan mereka.
Tapi sekarang beda, aku tidak akan membalas perilaku mereka kepadaku saat itu. Aku sangat menyayangi mereka walaupun mereka sering mengecewakanku, sering membuatku menangis setiap malam tetapi aku sangat sayang mereka. Di saat mereka masih kecil, mereka harus ditinggalkan ibu dan hidup dengan bapak yang dulu emosinya masih labil karena kehilangan ibu. Aku lebih beruntung dari mereka karena aku masih bisa mendapatkan kasih sayang hingga usiaku cukup untuk ditinggalkan. Walaupun terkadang aku suka iri dengan teman-temanku yang selalu disediakan sarapan dan bekal oleh ibunya dan selalu hadir di hari-hari yang membutuhkan kehadiran orang tua. Makanya sampai sekarang, aku tidak suka dengan acara kelulusan ataupun acara-acara yang mengharuskan kehadiran orang tua karena hal itu membuatku pusing.
Bayangkan saja, ketika aku wisuda, aku harus meminta izin kepada suami ibuku agar ibuku bisa datang. Apakah wajar jika seorang anak kandung meminta izin agar ibunya datang menemaninya? Oke, akhirnya aku putuskan untuk minta izin. Setelah itu, aku dipusingkan lagi dengan ibu tidak mau satu mobil dengan bapak. Aku kecewa sekali mendengarnya tapi aku mencoba tersenyum di depan ibu. Sejujurnya, aku tidak mau ikut wisuda karena aku sudah tahu akan pusing begini. Gimana nanti kalau aku nikah? Sepertinya lebih baik aku tidak nikah, karena sampai sekarang pun aku masih belum percaya sama suatu hubungan.
Sejujurnya, aku sangat kecewa dengan kedua orang tuaku terutama ibuku karena mereka sangat egois. Aku tidak akan pernah bilang kekecewaanku ini kepada kedua adikku, biarlah mereka berpikir dengan insting mereka masing-masing. Sudah banyak kekecewaan yang hanya kusimpan dalam hati dan jika di hati sudah penuh, terkadang aku keluarkan melalui sungai air mata. Bukan karena aku tertutup tetapi karena aku ingin terlihat tegar di depan semua orang, aku ingin memotivasi mereka terutama adik-adikku. Aku tidak mau mereka ikutan stress sepertiku.
Kalau melihat dari masa lalu, adikku yang paling tua ini memang sangat bandel dari kecil dan sampai sekarang pun sering membuat kecewa seluruh keluarga. Itu memang kejelekannya tetapi aku masih percaya bahwa dia anak yang manis. Walaupun hari ini dia mengecewakanku lagi, sangat mengecewakan tetapi aku akan terus berada di sampingnya. Aku rela mengorbankan semua cita-citaku agar adik-adikku kembali menjadi orang yang lurus. Ya, dari dulu, hidupku ini memang hanya untuk adik-adikku.
ketika kamu kehilangan seseorang,
kamu tidak bisa lagi menyesal atau bahkan menangis sedih.
satu-satunya cara yang bisa kamu lakukan adalah menjaga sisa-sisa peninggalannya sebaik mungkin.
I can't talk I Love You
but
No comments:
Post a Comment