Karna kita selalu bersama
Bersamanya kita harus bahagia
Melawan semua aral yang ada bersama
*courtesy of LirikLaguIndonesia.net
reff:
Aku dan kamu selalu bersama
Habiskan malam walau tanpa bintang
Aku dan kamu saling berpelukan
Membunuh malam hingga pagi menjelang
Bersama selamanya
repeat *
repeat reff
Cinta aku seluas samudera
Sayang aku tak akan pudar
Cinta aku, aku dan kamu selamanya
Aku dan kamu selalu bersama
Habiskan malam walau tanpa bintang
Aku dan kamu saling berpelukan
Membunuh malam hingga pagi menjelang
Aku dan kamu selalu bersama
Habiskan malam walau tanpa bintang
Aku dan kamu saling berpelukan
Membunuh malam hingga pagi menjelang
Berdua selamanya, selamanya
Lagu ini dalam banget buat aku,,, setiap dengar lagu ini dan melihat KD atau Anang pasti aku selalu ingat kehidupanku sendiri. Ingin tahu dech perasaannya Aurel, apakah sama kayak aku? Atau justru dia lebih kuat dari aku?
Dunia ini memang tidak ada yang abadi. Kalau ingat masa kecil dulu, rasanya ingin balik lagi ke sana, gak mau kehilangan satu momen pun. Dulu kita semua selalu tertawa, setiap sabtu/minggu selalu ke kolam renang bareng dan berlanjut makan bakso/mie ayam di Giri Mulyo atau Lestari. Malam minggunya, seluruh keluarga kumpul di rumah mbah, para orang tua diskusi tentang segala hal dan anak-anaknya main petak umpet atau permainan tradisional lainnya. Setiap sebulan sekali, kita selalu belanja bulanan di Carrefour. Setiap berangkat sekolah pasti diwajibkan untuk sarapan, gak boleh cuma minum susu. Menjelang lebaran, kita semua sibuk kirim bingkisan ke saudara dan tetangga. Menerima banyak makanan terutama ketupat. Lebarannya, seluruh keluarga pergi ke Tangerang untuk silaturahmi ke saudara di sana.
Dulu,,, bahagia sekali. Kita semua suka bercanda jadi rumah gak pernah sepi kecuali kalau mau ujian dan menjelang jam 7 malam karena itu saatnya kami (para anak) untuk belajar. Dulu,,, aku bisa mencurahkan semua keluh-kesah aku ke seseorang yang biasa ku sebut ibu. Dulu,,, kami selalu merayakan ulang tahun di rumah mbah, berkumpul dengan semua saudara.
Tapi sekarang semuanya berubah,,, seperti peribahasa "sudah jatuh, tertimpa tangga". Semuanya mulai bergejolak saat aku masuk ke bangku SMP, saat sifat remajaku mulai tumbuh dan emosiku masih sangat labil. Saat itu, aku harus bangun setiap malam untuk mendengar suara-suara itu&menghadapi kenyataan bahwa seseorang yang kusayang pergi meninggalkan kami semua.
Saat itu aku harus bertindak sebagai pengganti ibu bagi adik-adikku yang masih kecil terutama dalam hal pelajaran sekolah. Bersamaan dengan itu, aku sendiri juga harus mempersiapkan ujian akhir SMP dan selalu mendapat doktrin dr bapak. Rasanya sakit sekali mendengar ibu kita dihina oleh bapak kita sendiri. Serasa belum cukup sampai di situ, cobaanku bertambah lagi. Ketika aku belajar matematika tentang bangun ruang dengan memakai jeruk, tiba-tiba aku mendapat telepon dari salah seorang tanteku. Lalu aku minta izin ke guruku untuk ke luar dari kelas. Aku sudah mendapat firasat buruk mengenai mbah akung dan ternyata benar, tanteku mengabari bahwa mbah akung meninggal. Aku bergegas meminta izin pulang dan menangis sepanjang perjalanan. Aku merasa bersalah karena sebelumnya aku tidak benar2 tulus minta maaf ke mbah.
Sesampainya di rumah mbah, rumah itu sudah dipenuhi oleh seluruh pelayat. Aku merasa semua orang menatapku dengan sinis bahkan keluargaku sendiri. Aku tahu kenapa mereka begitu. Ini semua memang salahku, aku telah membuat keramaian di rumah mbah ketika mbah akung baru pulang dari rumah sakit. Bahkan pada malam itu, ibu dan mbah putriku menampar serta menjambak rambutku. Ya, itu semua memang salahku. Kesalahan seorang remaja yang emosinya masih sangat labil.
Sejak saat itu, aku sangat merasa bersalah dan mulai berontak dengan bapakku sampai pada suatu pagi, sehari sebelum aku masuk SMA. Aku bertengkar hebat dengan bapak karena kami sama-sama keras dan aku tidak mau dikekang. Bapak tidak membolehkan kami semua untuk bertemu dengan keluarga ibu terutama ibu kami sendiri, dia tidak pernah henti-hentinya menjelek-jelekkan mereka. Aku bosan dengan semua itu. Akhirnya aku bicara ke bapak bahwa aku ingin tinggal di rumah mbah dan bapak pun emosi hingga hampir memukulku dengan kursi plastik namun dihalangi oleh pembantuku. Tidak sampai di situ, bapak mengambil hanger dan memukulku dengan benda itu sampai benda itu hancur berkeping-keping. Saat itu, aku masih terus melawannya, aku tidak merasakan sakit di seluruh badanku walaupun pada kenyataannya badanku luka-luka. Hatiku sudah terlanjur sakit bahkan sangat sakit. Bapak memukuliku di depan adik-adikku sendiri dan adik-adikku yang notabene adalah laki-laki, tidak ada yang menolongku, hanya pembantu yang menolongku.
Setelah bapak pergi, aku menghubungi temanku untuk memberitahu bahwa aku ingin ke rumahnya. Aku segera memasukkan beberapa barang-barangku ke tas dan segera pergi ke rumah temanku itu. Sepanjang perjalanan, aku hanya bisa menangis tanpa suara. Sesampainya di sana, aku disuruh menunggu karena temanku sedang membeli baju sekolah. Setelah menunggu lama, ternyata ibuku datang bersama omku ke rumah temanku itu. Dia menyuruhku untuk ikut saja dengannya, tinggal di rumah mbah. Akhirnya aku pun menurutinya. Awalnya aku bingung, mengapa ibu tahu bahwa aku ada di rumah temanku itu. Ternyata pembantuku yang memberitahu ibu bahwa aku kabur dan dia menemukan buku teleponku sehingga mereka mencari nama temanku itu. Di situ aku sadar bahwa ibu masih memperhatikan cerita-ceritaku sehingga ia tahu aku sedang dekat dengan siapapun dan berhasil menemukanku.
Sejak saat itulah aku tinggal bersama ibu di rumah embah. Aku pikir ibu akan benar-benar tinggal bersamaku, ternyata dia lebih sering tinggal di asrama bersama teman-temannya. Sejak saat itu, aku sadar bahwa ibuku sudah berubah. Dia memamerkan teman-temannya kepadaku dan aku pun membalasnya sehingga jarak antara kami semakin jauh. Bagiku, ibu sama dengan bapak. Hanya memberi materi. Aku tidak butuh uang kalian, aku hanya butuh perhatian dan kasih sayang kalian. Ibu tidak tahu betapa sakitnya aku dihina dan diperlakukan buruk oleh sepupuku sendiri yang baru masuk TK. Alhamdulillah aku dipertemukan dengan budehku yang bisa aku jadikan tempat curhat dan selalu memberikan nasihat kepadaku tanpa terlihat menggurui sehingga aku masih tetap berada di jalan yang benar. Budehku itu sudah seperti ibu dan sahabat bagiku, bahkan semua orang pun bilang bahwa aku adalah anak angkatnya.
Selama SMA, kehidupanku mulai sedikit tenang walaupun aku masih tetap saja terlihat menangis di kelas tapi itu cuma sampai kelas X. Di saat itu juga, aku mendapat kabar bahwa adik tertuaku menjadi anak yang nakal. Dia ketahuan merokok dan sering "nongkrong" bersama teman-temannya. Tanpa sadar, aku pernah menitikkan air mata di salah satu pusat grosir di Jakarta ketika melihat secara langsung adikku merokok dan ketika itu dia hanya berkata, "udah mba', gak usah nangis". Saat itu, perasaan bersalahku muncul lagi karena telah meninggalkan mereka. Saat itu mereka masih kecil dan butuh bimbingan, seharusnya aku tetap saja di rumah itu demi mereka sehingga adikku tidak akan seperti ini. Tapi apakah aku sanggup di rumah itu, dengan segala doktrin itu dan larangan-larangan itu???
Bulan Januari, beberapa bulan menjelang UAN-UAS SMA, lagi-lagi aku mendapat kabar yang membuat hatiku sakit. Ibu akan menikah dengan lelaki itu. Awalnya aku sangat kecewa dan sedih, kenapa harus menikah dengan dia? Kita bisa ko' hidup cuma berdua tapi akhirnya aku sadar bahwa ibu memang membutuhkan seorang lelaki yang bisa melindungi dan menjaga dia. Aku pun belajar untuk menerima itu semua dan aku sendiri lagi. Akhirnya aku putuskan untuk kembali ke rumah bapak dan adik-adikku dengan segala konsekuensinya.
Alhamdulillah aku mendapatkan kampus di luar kota yang mengharuskan aku untuk ngekost. Sejak saat itu, aku bisa diam-diam bertemu dengan ibuku dan keluarganya walaupun dengan perasaan bersalah dan takut ketahuan. Aku tahu sebenarnya bapak tidak mau kehilangan aku makanya dia sangat protektif terhadapku, aku tahu dia sayang sama aku tapi satu hal yang sampai sekarang dia tidak tahu atau belum benar-benar dia sadari bahwa tidak ada yang namanya mantan anak, anak tidak bisa dipisahkan dengan ibunya. Aku sayang banget sama bapak tapi aku juga sayang sama ibu, aku sayang semua adik-adikku walaupun tidak pernah aku ucapkan secara langsung. Aku tahu sebenarnya bapak masih cinta sama ibu makanya dia tidak mau melihat ibu bahagia dengan orang lain, cinta yang tidak sehat. Aku tidak tahu sampai kapan perseteruan ini akan berlanjut, aku tidak tahu cara menyelesaikannya atau memang aku yang selalu menghindari masalah ini.
Cinta yang tidak sehat ini telah berhasil menyakiti semua perasaan orang terdekatnya terutama anak-anaknya. Sejak saat itu, aku tidak mau terjebak dalam cinta buta. Aku tidak mau kejadian ini terulang lagi di kehidupanku dan menyakiti semua orang yang aku sayang. Aku juga punya tekad untuk menunjukkan ke semua orang yang sudah ngerendahin aku dan keluargaku bahwa aku akan lebih sukses dari mereka...
SEMANGAT !!!
No comments:
Post a Comment