Thursday, January 20, 2011

Laporan TP3S UAS : PERBANDINGAN SIFAT FISIK DAN MEKANIK TIGA PRODUK KOMPOSIT KAYU (BAB V)

BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
      Berdasarkan data-data hasil pengujian dan pengukuran, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut  :
  1. Nilai kerapatan terbesar dimiliki oleh OSB sebesar 0.590 g/cm3. Ketiga produk komposit yang diuji memiliki kerapatan yang sesuai dengan standar JIS A 5903-2003.
  2. Kadar air terbesar adalah kadar air kayu borneo dan kayu lapis sebesar 24.546 % dan 15.304 %. Kadar air kayu lapis tidak sesuai dengan SNI 01-5008.2-1999/Revisi SNI 01-2704-1992 yaitu maksimal 14%.    
  3. Semua contoh uji cenderung mengalami pengembangan tebal terutama pada papan partikel. Pada siklik keempat, pengembangan papan partikel semakin meningkat. Penambahan tebal setelah papan partikel dikeringkan ternyata tidak menurunkan pengembangan tebal setelah direndam. Berdasarkan pengamatan, papan partikel pada siklik keempat mengalami kerusakan secara fisik bahkan hancur.
  4. OSB memiliki nilai MOE terbesar yaitu 32655.861 kg/cm2. Nilai MOR tertinggi berdasarkan pengujian dimiliki oleh kayu lapis sebesar 333.622 kg/cm2. Nilai MOE dan MOR dari ketiga produk komposit sesuai dengan standar APA-The Engineered Association. Sedangkan untuk nilai hardness terbesar dimiliki oleh kayu lapis sebesar 416.273 kg/cm2.  

Laporan TP3S UAS : PERBANDINGAN SIFAT FISIK DAN MEKANIK TIGA PRODUK KOMPOSIT KAYU (BAB IV)

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Produk komposit kayu merupakan panel kayu yang dibuat dari potongan, partikel atau serat kayu yang direkat dengan menggunakan resin (California Air Resource, 2008). Variasi produk komposit diantaranya adalah kayu lapis (plywood), laminated veneer lumber (LVL), papan partikel (particle board), OSB (Oriented Strand Board), papan serat (fiber board), produk comply, papan semen, produk glulam, dan sebagainya. Produk komposit yang akan dibahas lebih lanjut adalah kayu lapis, OSB, dan papan partikel.
Ketiga produk komposit tersebut serta kayu borneo diuji sifat fisiknya yaitu kerapatan, kadar air dan pengembangan tebal. Pada kerapatan, berdasarkan grafik, didapatkan bahwa nilai kerapatan terbesar dimiliki oleh OSB sebesar 0.590 g/cm3. Semakin tinggi kerapatan menyeluruh papan dari suatu bahan baku tertentu maka semakin tinggi kekuatan papannya (Haygreen dan Bowyer 1989). Kerapatan yang tinggi akan membutuhkan banyak bahan baku. Menurut Widarmana (1997) dalam Assyh (2001) kerapatan papan dipengaruhi oleh kerapatan bahan baku dan besarnya tekanan kempa yang digunakan. Ketiga produk komposit ini memiliki kerapatan yang sesuai dengan standar JIS A 5903-2003.
 







Gambar 1. Grafik Perbandingan Kerapatan pada Tiga Produk Komposit Kayu terhadap Kayu Solid
Kadar air merupakan salah satu parameter yang harus diuji dalam produk kayu karena kadar air merupakan banyaknya air di dalam papan yang selalu berubah menurut keadaan di sekitarnya. Semua sifat fisika produk kayu sangat dipengaruhi oleh kadar air. Haygreen dan Bowyer (1989) menyatakan bahwa kadar air merupakan banyaknya air di dalam produk kayu. Air dalam kayu tediri dari air bebas dan air terikat dimana keduaanya secara bersama-sama menentukan kadar air kayu. Berdasarkan hasil praktikum, kadar air terbesar adalah kadar air kayu borneo dan kayu lapis sebesar 24.546 % dan 15.304 %. Kadar air kayu lapis tidak sesuai dengan SNI 01-5008.2-1999/Revisi SNI 01-2704-1992 yaitu maksimal 14%.     
 







Gambar 2. Grafik Perbandingan Kadar Air pada Tiga Produk Komposit Kayu terhadap Kayu Solid

Suchsland (2004) menjelaskan bahwa pembahasan mengenai pengembangan tebal pada kayu solid memberikan dasar yang baik untuk menjelaskan hubungan antara kadar air dan kelembaban relative udara. Hal ini disebut dengan penyerapan isothermal. Penyerapan isothermal papan komposit pada umumnya berbeda dengan kayu solid dalam dua hal yaitu penyerapan isothermal pada papan komposit lebih rendah dan menunjukkan histerisis. Histerisis menggambarkan sebuah hubungan ganda antara kelembaban relatif dan kadar air. Pada umumnya, kelembaban relatif papan, dengan pengecualian pada nilai ekstrim, diasumsikan bahwa kadar air tergantung pada saat papan menyerap atau melepaskan air.
 











Gambar 3. Grafik Perbandingan Pengembangan Tebal pada Tiga Produk Komposit Kayu terhadap Kayu Solid

Secara keseluruhan, semua contoh uji cenderung mengalami pengembangan tebal terutama pada papan partikel. Setelah pengujian siklik pertama hingga kelima, ternyata ketebalan papan partikel terus bertambah dan tidak kembali lagi pada keadaan semula yaitu pada kondisi kering udara. Penambahan tebal papan partikel setelah proses siklik terjadi karena adanya usaha dari papan partikel tersebut untuk membebaskan tegangan yang tersisa di dalamnya yang diakibatkan oleh pemberian tekanan berupa pengempaan panas pada saat pembuatan papan, peristiwa ini disebut sebagai spring-back (Hadi, 1988). Pada siklik keempat, pengembangan papan partikel semakin meningkat. Penambahan tebal setelah papan partikel dikeringkan ternyata tidak menurunkan pengembangan tebal setelah direndam. Berdasarkan pengamatan, papan partikel pada siklik keempat mengalami kerusakan secara fisik bahkan hancur.    

 












Gambar 4. Grafik Perbandingan Penyusutan Tebal pada Tiga Produk Komposit Kayu terhadap Kayu Solid

Keteguhan lentur atau Modulus of Elasticity (MOE) papan partikel merupakan salah satu parameter untuk mengetahui ketahanan bentuk papan partikel dengan memberikan beban secara tegak lurus terhadap papan komposit. Semakin besar nilai keteguhan lentur maka papan partikel akan semakin tahan terhadap perubahan bentuk akibat adanya beban. Diantara ketiga produk komposit yang diuji, OSB memiliki nilai MOE terbesar yaitu 32655.861 kg/cm2 dan nilai MOEnya sesuai dengan standar dari APA-The Engineered Wood Association.
Keteguhan patah atau Modulus of rupture (MOR) adalah kemampuan papan komposit maksimum dalam menahan beban atau dengan kata lain ketahanan maksimum papan partikel terhadap beban hingga papan mengalami kerusakan (patah). Nilai MOR tertinggi berdasarkan pengujian dimiliki oleh kayu lapis sebesar 333.622 kg/cm2. Hal ini sesuai dengan standar APA-The Engineered Association. Hardness merupakan ukuran kekerasan kayu untuk menahan kikisan pada permukaannya, sifat kekerasan ini dipengaruhi oleh kerapatan kayu, keuletan kayu, ukuran serat, dan daya ikat antar serat. Nilai yang di dapat dari hasil pengujian merupakan uji pembanding, yaitu besar gaya yang dibutuhkaan untuk memasukan bola baja berdiameter 0.444 inchi pada kedalamaan 0.22 inchi. Berdasarkan pengujian tersebut, nilai hardness terbesar dimiliki oleh kayu lapis sebesar 416.273 kg/cm2. 

 










Gambar 5. Grafik Perbandingan Nilai MOE (kg/cm2) pada Tiga Produk Komposit Kayu

 











Gambar 6. Grafik Perbandingan Nilai MOR (kg/cm2) pada Tiga Produk Komposit Kayu

 









Gambar 7. Grafik Perbandingan Nilai Hardness (kg/cm2) pada Tiga Produk Komposit Kayu

Monday, January 17, 2011

Laporan TP3S UAS : PERBANDINGAN SIFAT FISIK DAN MEKANIK TIGA PRODUK KOMPOSIT KAYU (BAB III)

BAB III
METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu Praktikum
   Kegiatan praktikum dilakukan di Laboratorium Biokomposit Kayu dan Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Praktikum ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu dari bulan November sampai bulan Desember 2010.

3.2 Alat dan Bahan Praktikum
Contoh uji yang digunakan berasal dari tiga produk bahan komposit yaitu kayu lapis (plywood), OSB (Oriented Strand Lumber), dan papan partikel (particle board) serta kayu Borneo. Ukuran contoh uji sebesar 5x30 cm untuk contoh uji sifat mekanik dan 10x10 cm untuk contoh uji sifat fisik.
Beberapa peralatan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain :
1.      Kaliper, timbangan elektrik, oven, desikator, dan alat pencatat.
2.      Wadah plastik untuk tempat perendaman.
3.      Amsler untuk menguji sifat mekanik.

3.3 Proses Pengujian Sifat Fisik
1. Kerapatan
Kerapatan adalah perbandingan antara massa atau berat benda terhadap volumenya. Kerapatan didapat dengan cara :
a.       Menimbang contoh uji dengan menggunakan timbangan elektrik sehingga didapatkan massa contoh uji (m).
b.      Mengukur panjang, lebar, dan tinggi contoh uji sehingga didapatkan volume contoh uji (v).
c.       Kerapatan = m
                     v



2. Kadar Air
Kadar air adalah jumlah air yang terdapat di dalam kayu yang dinyatakan dalam persen (%) terhadap kayu dalam keadaan kering mutlak. Nilai kadar air didapat dengan cara :
a.       Menimbang contoh uji dengan menggunakan timbangan elektrik sehingga didapatkan massa contoh uji awal (m1).
b.      Memasukkan contoh uji ke dalam oven selama satu hari dengan suhu 103°C ± 2°C.
c.       Menimbang kembali contoh uji yang sudah ditaruh di dalam oven sehingga didapatkan massa contoh uji kering tanur (m2).
d.      Kadar air : m1-m2 x 100%
                     m2

3. Uji Siklik
Pengujian pengembangan tebal dilakukan selama lima siklus. Contoh uji yang sudah dikeringtanurkan,  diukur tebalnya dengan empat kali ulangan. Setelah itu, direndam selama dua hari. Setelah dua hari, ukur tebal dari contoh uji dengan empat kali ulangan lalu dimasukkan ke oven selama lima hari. Setelah lima hari, ukur kembali tebalnya dengan empat kali ulangan kemudian merendamnya lagi selama dua hari. Lakukan hal-hal di atas sampai lima siklus.    

3.4 Proses Pengujian Sifat Mekanik
Pengujian sifat mekanik meliputi uji MOE, MOR, dan Hardness. Ketiga pengujian ini menggunakan Amsler.
MOE =  ∆PL3                               MOR = 3PL
       4∆ybh3                                          2bh2
Keterangan :
P : baban lentur (kg)
L : bentang balok (cm)
b : dasar penampang balok (cm)
h : tinggi/tebal penampang balok (cm)

Laporan TP3S UAS : PERBANDINGAN SIFAT FISIK DAN MEKANIK TIGA PRODUK KOMPOSIT KAYU (BAB II)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kayu Lapis
Kayu lapis dikenal dengan sebutan tripleks atau multipleks. Sesuai dengan namanya, kayu lapis terbentuk dari beberapa lapis lembaran kayu. Lembaran-lembaran tersebut direkatkan dengan tekanan  tinggi dan menggunakan perekat khusus. Kayu lapis yang terdiri atas  tiga lembar kayu disebut tripleks sedangkan yang terdiri atas  lebih dari tiga lembar kayu, disebut multipleks. Jumlah lapisan ini harus selalu ganjil, sebab jumlah ganjil diyakini lebih kuat dibandingkan dengan genap (Annisa, 2008). Ketebalan kayu lapis bervariasi, mulai dari 3 mm, 4 mm, 9 mm, dan 18 mm, sedangkan ukuran penampangnya adalah 120 cm x 240 cm. Kayu lapis bisa digunakan sebagai material untuk  kitchen set, tempat tidur , lemari, atau meja (Annisa, 2008).
Menurut Haygreen dan Bowyer (1989), kayu lapis adalah produk panel dari vinir-vinir kayu yang direkatkan bersama sehingga serat sejumlah vinir tegak lurus dan lainnya sejajar sumbu panjang panel. Pada kebanyakan tipe kayu lapis, serat setiap dua lapisan sekali diletakkan sejajar yang pertama. Kayu lapis terdiri atas lapisan-lapisan vinir yang berjumlah ganjil (3, 5, 7, dst), tetapi ada juga kayu lapis kayu lunak yang terbuat dari 4 atau  6 lapisan vinir.
Tsoumis (1991), mendefenisikan kayu lapis adalah produk panel yang dibuat dengan cara merekatkan lembaran vinir menjadi lembaran yang selang-seling. Karakteristik kayu lapis ditunjukkan oleh permukaan serat yang sudutnya berturut-turut dengan baik, tetapi sering dibuat dengan merekatkan dua lembaran dengan serat yang paralel.
Secara umum permukaan kayu lapis biasanya berjumlah tiga atau lima kadang-kadang tujuh atau sembilan lapis, tetapi boleh juga sama (empat atau lebih) saat kedua permukaan vinir secara paralel. Lembaran vinir dipilih menurut bentuk pembuatan, kayu lapis dekoratif (furniture dan dinding panel) dipilih vinir dengan permukaan dari tingkatan mutu berdasarkan penampilan dan warna mengingat permukaan tengah dan belakang vinir tingkatannya menurun baik untuk jenis vinir yang sama atau jenis yang berbeda. Kayu lapis untuk konstruksi, pokok kriterianya adalah kekuatannya bukan penampilan dari produk (Panshin, 1980).
Ada beberapa kriteria pemilihan kayu yang dapat dijadikan bahan baku kayu lapis, antara lain :
a.      Untuk kayu lapis biasa, diutamakan BJ 0.40 – 0.60. Contoh kayu-kayu tersebut adalah meranti (Shorea sp.) meranti merah, meranti putih dan kuning, bintangur (Callophyllum sp.), teraling (Heritiera sp.), pulai (Alstonia sp.), sengon (Paraserianthes falcataria), keruing (Dipterocarpus sp.),
b.      Kayu yang tidak berminyak lebih disukai,
c.       Untuk kayu lapis indah, banyak digunakan kayu yang bercorak indah walaupun ada yang Bj-nya relatif tinggi, misalnya jati (Tectona grandis), sungkai (Paronema canescens), sonokeling (Dalbergia latifolia), nyatoh (Palaquium sp.),
d.      Bentuk batang lurus, sesilindris mungkin, cacat minimal, serat lurus, batang bebas cabang.
Menurut SNI 01-5008.2-1999/Revisi SNI 01-2704-1992, kadar air kayu lapis tidak diperkenankan lebih dari 14 %. Sedangkan nilai MOE dan MOR kayu lapis berdasarkan APA-The Engineered Wood Association adalah 6.89-13.1 GPa (1-1.9x106 lb/in2) dan 20.7-48.3 MPa (3000-7000 lb/in2). Jika dikonversi berdasarkan kg/cm2 maka nilai MOE dan MOR adalah 6.89-13.1x104 kg/cm2 dan 207-483 kg/cm2.

2.2 Oriented Strand Board (OSB)
Oriented Strand Board (OSB) merupakan perkembangan papan wafer (waferboard) yang terbuat dari limbah kayu dan ditemukan oleh ilmuwan Amerika pada tahun 1954 (Lowood 1997). Namun demikian, OSB baru dipatenkan pada tahun 1965 (ANU 2006). Saat ini papan wafer sudah dieleminasi dan digantikan oleh OSB yang termasuk golongan panel kayu struktural bersama kayu lapis (Bowyer et al. 2003).
OSB merupakan panel untuk penggunaan struktural yang terbuat dari strands kayu tipis yang diikat bersama menggunakan perekat/resin tahan air (waterproof) dan dikempa panas (Lowood 1997; Youngquist 1999). Tsoumis (1991) melengkapi bahwa OSB merupakan panel tiga lapis, terbuat dari strands, dengan lapisan permukaan ditempatkan sejajar searah produksi panel, sementara bagian intinya (core) tegak lurus.
Konstruksi OSB mirip dengan kayu lapis, karena itu sifat-sifat kekuatan lengkung (bending), kekakuan (MOE), dan stabilitas dimensinya  juga hampir sama dengan kayu lapis. Standar JIS A 5908-2003 mensyaratkan kerapatan, kadar air, dan pengembangan tebal yang memenuhi untuk papan OSB adalah sebesar 0.4-0.9 g/cm3, 5-13%, dan maksimal 12 %. Nilai mekanis OSB yang berupa MOE dan MOR berdasarkan APA-The Engineered Wood Association adalah 4.83-8.27 GPa (700-1200x103 lb/in2) dan 20.7-27.6 MPa (3000-4000 lb/in2). Jika dikonversi berdasarkan kg/cm2 maka nilai MOE dan MOR adalah 4.83-8.27x104 kg/cm2 dan 207-276 kg/cm2.
OSB berbeda dengan papan wafer karena bentuk geometri partikel-partikel penyusunnya dan papan wafer dibuat tanpa pengorientasian  arah. Baik OSB maupun papan wafer dapat direkat menggunakan resin phenol, dengan phenol berbentuk bubuk pada papan wafer, dan phenol bubuk atau cair pada OSB. 
OSB didesain sebagai panel struktural yang menggantikan bahan pelapis seperti kayu lapis (Nishimura  et al.  2004). Di masa depan aplikasi OSB akan menjadi global karena dapat memiliki bentang yang lebar, tebal dan kestabilan dimensi yang tinggi pula (Nishimura & Ansell 2002). Dengan demikian OSB dapat digunakan secara luas untuk konstruksi perumahan dan bangunan komersial (APA 2006). OSB memiliki tujuan untuk kekuatan, keawetan dan merupakan pilihan ekonomis yang ramah lingkungan, karena itu variasi aplikasi penggunaan bisa sangat luas seperti untuk dinding, panel atap, sub-lantai, pelapis lantai, lantai, panel penyekat, lantai I-joist, dan sisi-sisi papan (SBA 2005).
Di Canada dan Amerika, OSB sudah dikembangkan dan diaplikasikan penggunaannya pada konstruksi perumahan (SBA 2005) dan bangunan komersial/industri (McElroy 1992). Di Eropa, kapasitas produksi OSB meningkat secara cepat (Nishimura et al. 2004). Di China, sudah dikembangkan perumahan “Western-style” yang dibangun dengan bahan baku kayu dan OSB karena permintaan bahan bangunan yang meningkat dan keinginan untuk memanfaatkan jenis kayu cepat tumbuh yang ada di China (Wolcott et al. 1997).
2.3 Papan Partikel
Maloney (2003) dalam  Iswanto (2005) menyatakan bahwa  papan partikel adalah salah satu jenis produk komposit/panel kayu yang terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan-bahan berlignoselulosa lainnya, yang diikat dengan perekat atau bahan pengikat lain kemudian dikempa panas. Dikemukakan juga bahwa berdasarkan kerapatannya, papan partikel dapat dibagi ke dalam tiga golongan yaitu:
a. Papan partikel berkerapatan rendah (Low Density Particleboard), yaitu papan yang mempunyai kerapatan kurang dari 0,4 g/cm3
b. Papan partikel berkerapatan sedang (Medium Density Particleboard), yaitu papan partikel yang mempunyai kerapatan antara 0,4-0,8 g/cm3
c. Papan partikel berkerapatan tinggi (High Density Particleboard), yaitu papan partikel yang mempunyai kerapatan lebih dari 0,8 g/cm3.
Menurut Sutigno (2006) terdapat banyak macam papan partikel. Ada sembilan kriteria pembagian papan partikel yaitu:
1.      Bentuk
Papan partikel umumnya berbentuk datar dengan ukuran relatif panjang, relatif lebar, dan relatif tipis sehingga disebut Panel. Ada papan partikel yang tidak datar (papan partikel lengkung) dan mempunyai bentuk tertentu tergantung pada acuan (cetakan) yang dipakai seperti bentuk kotak radio.
2.      Pengempaan
Cara pengempaan dapat secara mendatar atau secara ekstrusi. Cara mendatar ada yang kontinyu dan tidak kontinyu. Cara kontinyu berlangsung melalui ban baja yang menekan pada saat bergerak memutar. Cara tidak kontinyu pengempaan berlangsung pada lempeng yang bergerak vertikal dan banyaknya celah (rongga antara lempeng) dapat satu atau lebih.
Pada cara ekstrusi, pengempaan berlangsung kontinyu diantara dua lempeng yang statis. Penekanan dilakukan oleh semacam piston yang bergerak vertikal atau horizontal.
3.      Kerapatan
Ada tiga kelompok kerapatan papan partikel, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Terdapat perbedaan batas antara setiap kelompok tersebut, tergantung pada standar yang digunakan.
4.      Kekuatan (Sifat Mekanis)
Pada prinsipnya sama seperti kerapatan, pembagian berdasarkan kekuatanpun ada yang rendah, sedang, dan tinggi. Terdapat perbedaan batas antara setiap macam (tipe) tersebut, tergantung pada standar yang digunakan. Ada standar yang menambahkan persyaratan beberapa sifat fisis.
5.      Macam Perekat
Macam perekat yang dipakai mempengaruhi ketahanan papan partikel terhadap pengaruh kelembaban, yang selanjutnya menentukan penggunaannya. Ada standar yang membedakan berdasarkan sifat perekatnya, yaitu interior dan eksterior. Ada standar yang memakai penggolongan berdasarkan macam perekat, yaitu Tipe U (urea formaldehida atau yang setara), Tipe M (melamin urea formaldehida atau yang setara) dan Tipe P (Phenol Formaldehyde atau yang setara). Untuk yang memakai perekat urea formaldehida ada yang membedakan berdasarkan emisi formaldehida dari papan partikelnya, yaitu yang rendah dan yang tinggi atau yang rendah, sedang dan tinggi.
6.      Susunan Partikel
Pada saat membuat partikel dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu halus dan kasar. Pada saat membuat papan partikel kedua macam partikel tersebut dapat disusun tiga macam sehingga menghasilkan papan partikel yang berbeda yaitu papan partikel homogen (berlapis tunggal), papan partikel berlapis tiga dan papan partikel berlapis bertingkat.
7.      Arah Partikel
Pada saat membuat hamparan, penaburan partikel (yang sudah dicampur dengan perekat) dapat dilakukan secara acak (arah serat partikel tidak diatur) atau arah serat diatur, misalnya sejajar atau bersilangan tegak lurus. Untuk yang disebutkan terakhir dipakai partikel yang relatif panjang, biasanya berbentuk untai (strand) sehingga disebut papan untai terarah (oriented strand board atau OSB).
8.      Penggunaan
Berdasarkan penggunaan yang berhubungan dengan beban, papan partikel dibedakan menjadi papan partikel penggunaan umum dan papan partikel structural (memerlukan kekuatan yang lebih tinggi). Untuk membuat mebel, pengikat dinding dipakai papan partikel penggunaan umum. Untuk membuat komponen dinding, peti kemas dipakai papan partikel structural.
9.      Pengolahan
Ada dua macam papan partikel berdasarkan tingkat pengolahannya, yaitu pengolahan primer dan pengolahan sekunder. Papan partikel pengolahan primer adalah papan partikel yang dibuat melalui proses pembuatan partikel, pembentukan hamparan dan pengempaan yang menghasilkan papan partikel. Papan partikel pengolahan sekunder adalah pengolahan lanjutan dari papan partikel pengolahan primer misalnya dilapisi venir indah, dilapisi kertas aneka corak.
Sifat fisis dan mekanis papan partikel yang meliputi kerapatan, modulus
patah dan modulus elastisitas, keteguhan rekat internal serta pengembangan tebal merupakan parameter yang cukup baik untuk menduga kualitas papan partikel yang dihasilkan. Japanese Industrial Standard (2003) menetapkan persyaratan sifat fisis dan mekanis papan partikel yang harus dipenuhi, yaitu :
Tabel 1. Persyaratan sifat fisis dan mekanis papan partikel
Sifat Papan Partikel
Persyaratan Nilai
Kerapatan (g/cm3)
0.40-0.90
Kadar Air (%)
5-13
Pengembangan Tebal (%)
Maksimal 12
MOR (kg/cm2)
Tipe 8
Tipe 13
Tipe 18

Minimal 82
Minimal 133
Minimal 184
MOE (kg/cm2)
Tipe 8
Tipe 13
Tipe 18

Minimal 20400
Minimal 25500
Minimal 30600
Keteguhan Rekat Internal (kg/cm2)\
Tipe 8
Tipe 13
Tipe 18

Minimal 1.5
Minimal 2.0
Minimal 3.1
Keterangan :
o   Tipe 8 adalah base particleboard atau decorative particleboard dengan kuat lentur minimal 8,0 N/mm2 (82 kg/cm2).
o   Tipe 13 adalah base particleboard atau decorative particleboard dengan kuat lentur minimal 13,0 N/mm2 (133 kg/cm2).
o   Tipe 18 adalah base particleboard atau decorative particleboard dengan kuat lentur minimal 18,0 N/mm2 (184 kg/cm2).